Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": 89,3 Persen Responden Tak Tahu Rencana Pengesahan RKUHP

Kompas.com - 11/07/2022, 06:36 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan, mayoritas responden atau sebanyak 89,3 persen mengaku tidak mengetahui adanya rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Jajak pendapat yang diselenggarakan pada akhir Juni 2022 itu hanya memperlihatkan sebanyak 10,7 persen responden yang tahu adanya rencana pengesahan RKUHP tersebut.

"Sederhananya, dari 10 orang, boleh jadi hanya satu orang yang tahu soal rencana pengesahan RKUHP ini," ujar peneliti Litbang Kompas Rangga Eka Sakti, dikutip dari Harian Kompas, Senin (11/7/2022).

Baca juga: Draf Terbaru RKUHP: Berisik di Malam Hari, Ganggu Tetangga Kena Denda Rp 10 Juta

Rangga menuturkan, pembahasan RKUHP yang baru diserahkan oleh pemerintah ke DPR seakan berjalan dalam lorong gelap yang jauh dari jangkauan publik.

Menurut dia, hak publik untuk bersuara dan ikut terlibat dalam proses perumusan RKUHP ini perlu untuk dipertimbangkan serius.

Padahal, Komisi III DPR dan pemerintah semula mematok target pengesahan RKUHP sebelum berakhirnya masa sidang V Tahun Persidangan 2021-2022 yang berakhir pada 7 Juli 2022. Namun, hal itu urung dilakukan. 

Pemerintah yang diwakili oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej baru menyerahkan draf RKUHP yang sudah disempurnakan kepada Komisi III DPR pada 6 Juli 2022.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Diminta Buka Ruang Diskursus Pembahasan RKUHP

"Keengganan untuk melibatkan dan mendengarkan secara meluas suara publik dalam proses meramu kitab peraturan pidana yang baru ini sepertinya memang sudah menjadi gejala umum," ujar Rangga.

"Hal ini umumnya terjadi ketika obyek dari aturan tersebut memicu kontroversi dan polemik," ucapnya.

Rangga mengatakan, absennya suara masyarakat dalam pembahasan RKUHP sebetulnya bukan hal baru.

Sekitar dua tahun silam, ujar dia, kasus serupa terjadi ketika pemerintah dan DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Padahal, pembahasan UU Cipta Kerja, sebagian besar masyarakat meminta pemerintah dan DPR untuk bersabar.

Baca juga: Draf RKUHP Dibuka dan Kembali Hidupnya Ancaman Pidana untuk Pengkritik Penguasa

Hal ini dikuatkan dengan hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada April 2020 yang menunjukkan 82,9 persen responden menilai pengesahan RUU Cipta Kerja harus ditunda.

"Bak Bandung Bondowoso membangun candi, undang-undang 'super' ini diketok palu dalam waktu yang relatif cepat dan terkesan buru-buru," kata Rangga.

"Padahal, saat itu polemik masih terjadi di publik," ujarnya.

Hal yang sama, lanjut Rangga, juga terjadi ketika DPR merevisi Undang-Undang KPK.

Padahal, demonstrasi besar-besaran untuk menolak RUU itu terjadi di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.

"Sayangnya, suara warga kurang didengar dan kedua RUU itu tetap diloloskan," ucap Rangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com