Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjelasan Frasa “Menyerang Harkat dan Martabat Diri” Presiden dan Wakil Presiden dalam RKUHP

Kompas.com - 06/07/2022, 19:53 WIB
Tatang Guritno,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru kepada DPR.

Penyerahan itu dilakukan dalam rapat kerja (raker) Komisi III dengan pemerintah, Rabu (6/7/2022).

Baca juga: Soal Revisi KUHP, Anggota DPR: Percayakan ke Kita, Insyaallah Lebih Banyak Manfaat daripada Mudarat

Adapun draf terbaru itu masih mengatur tindak pidana terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.

Hal itu terkandung dalam Pasal 218 Ayat (1) dan (2) RKUHP.

Pasal 218 Ayat (1) mengatakan, setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Sedangkan dalam Ayat (2) disampaikan, tindakan yang tidak termasuk menyerang harkat dan martabat presiden dan wakil presiden adalah perbuatan yang dilakukan dengan alasan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Baca juga: Tindak Pidana Penadahan, Penerbitan dan Percetakan Turut Diatur dalam RKUHP

Lantas, pada bagian penjelasan Pasal 218 Ayat (1) dijelaskan arti frasa “menyerang harkat dan martabat diri” adalah tindakan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri.

Sedangkan dalam penjelasan Pasal 218 Ayat (2), dijelaskan frasa “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi.

Misalnya, melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan wakil presiden.

Di sisi lain, draf RKUHP itu juga menguraikan pengertian tentang kritik.

Baca juga: Pemerintah Masukkan Penjelasan Kritik dalam Pasal 218 RKUHP

Pertama, kritik adalah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan presiden dan wakil presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut.

Dua, kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan atau dilakukan dengan cara yang objektif.

Tiga, kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan presiden dan wakil presiden lainnya.

Baca juga: Perkosaan dalam Perkawinan Masuk Draf Revisi KUHP, Ancaman Hukumannya 12 Tahun

Empat, kritik dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada presiden dan wakil presiden atau menganjurkan penggantian presiden dan wakil presiden dengan cara konstitusional.

Terakhir, kritik tidak mengandung niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wakil presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com