Selain atas persetujuan MRP, pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.
Evaluasi dan revisi ini disebut tanpa melibatkan orang Papua, dalam hal ini melalui MRP.
Baca juga: Demo Mahasiswa Tolak Pemekaran Papua Diwarnai Kericuhan, Polisi Dikeroyok dan Dibubarkan Paksa
MRP pun menggugat UU Otsus ini ke Mahkamah Konstitusi sejak tahun lalu dan proses ajudikasi masih berjalan hingga sekarang.
Di sisi lain, pemekaran ini dianggap minim kajian dan urgensi serta justru dikhawatirkan akan memperburuk krisis kemanusiaan akibat konflik bersenjata di sana.
Yang paling kasat mata, pasukan keamanan di Bumi Cenderawasih bakal bertambah secara besar-besaran sebagai konsekuensi langsung dari pembentukan 3 provinsi baru.
Dilihat dari kacamata Jakarta, masuknya aparat keamanan dalam jumlah besar selaras dengan keperluan untuk mengamankan investasi dan bisnis serta meredam aspirasi kemerdekaan Papua.
Baca juga: Bertemu Mendagri, Gubernur Lukas Enembe Tegaskan Dukungan Otsus dan Pemekaran Papua
Provinsi-provinsi baru itu akan memiliki kodam dan polda baru, beserta satuan-satuan di bawahnya yang berdampak pada distribusi pasukan keamanan yang kian masif.
Tanpa pemekaran saja, Kabupaten Intan Jaya yang kerap jadi pusat konflik antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) mengalami lonjakan pos militer dari 2 pada 2019 menjadi 17 pos pada 2021 karena alasan keamanan, berdasarkan data Amnesty Internasional.
Padahal, pengerahan pasukan keamanan dalam jumlah besar di Papua sejak 2019 telah menjadi sorotan dan dianggap kontraproduktif dalam upaya mencari jalan damai atas masalah politik di Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.