Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rapat Pembahasan Pemekaran Papua di DPR Ditutup untuk Umum

Kompas.com - 23/06/2022, 11:15 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II DPR RI menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) dengan Pimpinan Komisi I DPD RI dan pemerintah (Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Keuangan RI), membahas 3 RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua, Kamis (23/6/2022).

Namun, rapat ini digelar secara tertutup.

"Perkenankan saya membuka rapat Panja pembahasan undang-undang tentang pembentukan 3 provinsi ini dan rapat ini dinyatakan tertutup untuk umum," kata ketua komisi Ahmad Doli Kurnia, dikutip dari siaran YouTube Komisi II DPR RI.

Baca juga: Mendagri Tito Jelaskan Kenapa Pemekaran di Papua Penting Dilakukan, Salah Satunya Terkait Pelayanan Publik

Doli menyebutkan bahwa rapat ini telah memenuhi kuorum. Rapat diselenggarakan secara hibrid, sebagian hadir secara fisik dan lainnya secara daring.

Ia menambahkan, rapat hari ini melanjutkan rapat-rapat pembahasan sebelumnya.

"Alhamdulillah, kita secara substansi sudah menyelesaikan 3 rancangan undang-undang ini," ujar Doli.

"Seperti keputusan kemarin, kita minta tenaga ahli dari masing-masing institusi kita, Komisi II DPR, BKD (Badan Keahlian Dewan), kementerian (sebagai wakil) dari pemerintah, dan juga dari komite atau DPD RI ini sudah menyusun merumuskan dan saya sudah dapat laporan bahwa sudah selesai," jelasnya.

Baca juga: Terkait Rencana DOB, Gubernur Papua Minta Pemekaran Jadi 7 Provinsi

Sebagai informasi, tiga provinsi baru akan dibentuk di Papua sebagai pemekaran wilayah Provinsi Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Pegunungan Tengah.

RUU itu disahkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat pleno yang digelar Rabu (6/4/2022). Dalam rapat pleno, semua fraksi di Baleg menyatakan setuju terhadap RUU tentang tiga provinsi tersebut.

Namun, hal ini menuai kontroversi karena prosesnya dilakukan secara sepihak dan tidak partisipatif.

Papua dan Papua Barat memperoleh otonomi khusus (otsus) melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus.

Dalam peraturan itu, pemekaran wilayah di Papua hanya dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP), lembaga negara yang atas amanat otonomi khusus menjadi representasi kultural orang asli Papua (OAP).

Baca juga: Jokowi Bersurat ke DPR soal Pemekaran Wilayah, MRP Anggap Kekhususan Papua Dilenyapkan

Dalam perjalanannya, UU Otsus itu sempat direvisi pada 2008. Lalu, pada 2021 lalu, bertepatan dengan usainya Otsus, evaluasi pun dilakukan.

Hasil evaluasi oleh Jakarta, UU Otsus dinilai perlu direvisi lagi oleh DPR RI, menghasilkan sejumlah perubahan baru terkait pelaksanaan otsus di Papua.

Beleid tentang pemekaran wilayah, misalnya, dimodifikasi.

Selain atas persetujuan MRP, pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.

Evaluasi dan revisi ini disebut tanpa melibatkan orang Papua, dalam hal ini melalui MRP.

Baca juga: Demo Mahasiswa Tolak Pemekaran Papua Diwarnai Kericuhan, Polisi Dikeroyok dan Dibubarkan Paksa

MRP pun menggugat UU Otsus ini ke Mahkamah Konstitusi sejak tahun lalu dan proses ajudikasi masih berjalan hingga sekarang.

Di sisi lain, pemekaran ini dianggap minim kajian dan urgensi serta justru dikhawatirkan akan memperburuk krisis kemanusiaan akibat konflik bersenjata di sana.

Yang paling kasat mata, pasukan keamanan di Bumi Cenderawasih bakal bertambah secara besar-besaran sebagai konsekuensi langsung dari pembentukan 3 provinsi baru.

Dilihat dari kacamata Jakarta, masuknya aparat keamanan dalam jumlah besar selaras dengan keperluan untuk mengamankan investasi dan bisnis serta meredam aspirasi kemerdekaan Papua.

Baca juga: Bertemu Mendagri, Gubernur Lukas Enembe Tegaskan Dukungan Otsus dan Pemekaran Papua

Provinsi-provinsi baru itu akan memiliki kodam dan polda baru, beserta satuan-satuan di bawahnya yang berdampak pada distribusi pasukan keamanan yang kian masif.

Tanpa pemekaran saja, Kabupaten Intan Jaya yang kerap jadi pusat konflik antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) mengalami lonjakan pos militer dari 2 pada 2019 menjadi 17 pos pada 2021 karena alasan keamanan, berdasarkan data Amnesty Internasional.

Padahal, pengerahan pasukan keamanan dalam jumlah besar di Papua sejak 2019 telah menjadi sorotan dan dianggap kontraproduktif dalam upaya mencari jalan damai atas masalah politik di Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com