JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II DPR RI menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) dengan Pimpinan Komisi I DPD RI dan pemerintah (Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Keuangan RI), membahas 3 RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua, Kamis (23/6/2022).
Namun, rapat ini digelar secara tertutup.
"Perkenankan saya membuka rapat Panja pembahasan undang-undang tentang pembentukan 3 provinsi ini dan rapat ini dinyatakan tertutup untuk umum," kata ketua komisi Ahmad Doli Kurnia, dikutip dari siaran YouTube Komisi II DPR RI.
Doli menyebutkan bahwa rapat ini telah memenuhi kuorum. Rapat diselenggarakan secara hibrid, sebagian hadir secara fisik dan lainnya secara daring.
Ia menambahkan, rapat hari ini melanjutkan rapat-rapat pembahasan sebelumnya.
"Alhamdulillah, kita secara substansi sudah menyelesaikan 3 rancangan undang-undang ini," ujar Doli.
"Seperti keputusan kemarin, kita minta tenaga ahli dari masing-masing institusi kita, Komisi II DPR, BKD (Badan Keahlian Dewan), kementerian (sebagai wakil) dari pemerintah, dan juga dari komite atau DPD RI ini sudah menyusun merumuskan dan saya sudah dapat laporan bahwa sudah selesai," jelasnya.
Baca juga: Terkait Rencana DOB, Gubernur Papua Minta Pemekaran Jadi 7 Provinsi
Sebagai informasi, tiga provinsi baru akan dibentuk di Papua sebagai pemekaran wilayah Provinsi Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Pegunungan Tengah.
RUU itu disahkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat pleno yang digelar Rabu (6/4/2022). Dalam rapat pleno, semua fraksi di Baleg menyatakan setuju terhadap RUU tentang tiga provinsi tersebut.
Namun, hal ini menuai kontroversi karena prosesnya dilakukan secara sepihak dan tidak partisipatif.
Papua dan Papua Barat memperoleh otonomi khusus (otsus) melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus.
Dalam peraturan itu, pemekaran wilayah di Papua hanya dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP), lembaga negara yang atas amanat otonomi khusus menjadi representasi kultural orang asli Papua (OAP).
Baca juga: Jokowi Bersurat ke DPR soal Pemekaran Wilayah, MRP Anggap Kekhususan Papua Dilenyapkan
Dalam perjalanannya, UU Otsus itu sempat direvisi pada 2008. Lalu, pada 2021 lalu, bertepatan dengan usainya Otsus, evaluasi pun dilakukan.
Hasil evaluasi oleh Jakarta, UU Otsus dinilai perlu direvisi lagi oleh DPR RI, menghasilkan sejumlah perubahan baru terkait pelaksanaan otsus di Papua.
Beleid tentang pemekaran wilayah, misalnya, dimodifikasi.