Sementara dari sisi kinerja, Jokowi punya legitimasi untuk menggeser Lutfi yang terbilang gagal. Ibaratnya menyuntikkan darah baru untuk membenahi berbagai persoalan yang ditinggalkannya.
Setidaknya, meskipun tidak digantikan oleh profesional, Jokowi telah mencoba untuk menghukum menteri yang menorehkan rapor merah dalam setahun masa kerjanya untuk dijadikan lampu kuning oleh para menteri yang lain.
Lalu bagaimana dengan pergantian Sofyan Djalil dengan Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto? Pertama tentu faktor umur.
Tak dipungkiri bahwa Sofyan Djalil sudah sangat senior dan sudah waktunya untuk pensiun. Kedua, ada pergantian gerbong politik lama dengan yang baru.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Sofyan Djalil adalah salah satu menteri yang mewakili gerbong Jusuf Kalla, bersama dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Artinya, Jokowi sedang mengurangi porsi pengaruh gerbong Jusuf Kalla (tersisa hanya Mentan) dan menggantinya dengan gerbong pribadi Jokowi, yakni Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto.
Upaya penguatan gerbong pribadi tersebut sangat bisa dirasakan. Karena sebenarnya Jokowi bisa saja menambahkan kursi menteri untuk PDIP, yang paling banyak mendulang suara di dalam koalisi. Tapi nyatanya tidak demikian.
Kerenggangan Jokowi dengan PDIP, sebagaimana disebutkan di atas semakin mendorong Jokowi untuk menguatkan basis politik baru dari koalisi baru dengan penambahan kekuasaan gerbong pribadi.
Jokowi nampaknya ingin mengakhiri masa jabatannya dengan menyandang status sebagai "kingmaker" layaknya Megawati.
Untuk itu, Jokowi mulai memasifkan pergerakan politik Relawan Projo dan mulai pelan-pelan menyelamatkan Ganjar Pranowo dari gempuran internal PDIP.
Aksi Jokowi tersebut dilakukan setelah Ganjar diserang oleh kader senior PDIP, Trimedya Pandjaitan, yang menyematkan istilah "Kemlinthi" kepada Ganjar.
Tak sekadar itu, Ganjar dikatakan tak punya kinerja memuaskan, hanya bisa bermain sosial media.
Memang Jokowi tak memberikan pembelaan secara verbal, bahkan nyaris tak pernah menyebut nama Ganjar Pranowo di ruang publik.
Tapi Jokowi menjawabnya dengan langkah politik yang justru menunjukkan kesan bahwa Jokowi bersama Ganjar Pranowo, bukan bersama PDIP, di gelaran Pilpres 2024 nanti.
Nah dalam konteks inilah reshuffle kali ini. Langkah pertama, Jokowi mengamankan kepentingan stabilitas pemerintahan hingga tahun 2024 dengan menambal celah-celah politik akibat kerenggangan dengan Nasdem dan PDIP, yakni mempererat kohesi politik dengan Gerindra dan membuka pintu masuk untuk PAN.
Dan langkah kedua, Jokowi memperkuat basis kekuatan pribadinya dengan mengurangi pengaruh gerbong Jusuf Kalla dan tidak menambah kursi untuk PDIP, tapi memasukan sosok yang selama ini benar-benar dikenal sebagai "orang Jokowi murni," yakni Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto, mantan Panglima TNI yang meniti karir moncer sejak Jokowi masih sebagai Walikota Solo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.