Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Langkah Polri Berhentikan Napoleon Bonaparte...

Kompas.com - 21/05/2022, 08:08 WIB
Tatang Guritno,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri hingga kini belum memberhentikan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasionalnya, Napoleon Bonaparte.

Bahkan, hingga kasus pidananya bergulir, sidang kode etik untuk Napoleon belum digelar.

Padahal, ia telah divonis bersalah karena menerima suap dari terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, 10 Maret 2021.

Baca juga: ICW Minta Polri Segera Berhentikan Irjen Napoleon: Agar Tak Ada Lagi yang Terlibat Korupsi

Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) lantas mempertanyakan sikap Polri terkait perkara ini.

Desakan pun disampaikan, Polri diminta segera mengambil langkah tegas untuk menunjukkan komitmennya dalam agenda pemberantasan korupsi.

Memenuhi syarat diberhentikan

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman menyebutkan, Napoleon telah memenuhi syarat untuk diberhentikan sebagai anggota Polri.

Hal itu tertuang dalam Pasal 12 Ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Dalam pasal itu disampaikan, anggota Polri bakal diberhentikan tidak dengan hormat jika dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Zaenur menilai, Napoleon telah divonis bersalah dan tidak pantas lagi berada di institusi Polri.

Baca juga: Tak Kunjung Berhentikan Irjen Napoleon, Polri Dianggap Permisif pada Anggotanya yang Korupsi

“Tentu seorang terpidana kasus korupsi tidak dapat dipertahankan ya untuk berada di dalam kepolisian. Sangat tidak layak,” kata dia kepada Kompas.com, Jumat (20/5/2022).

Menurut Zaenur, Polri akan banyak dirugikan jika tidak segera memberhentikan Napoleon.

Sebab, publik akan menilai Polri melindungi anggotanya yang melakukan suatu tindak pidana, menunjukkan tak adanya spirit antikorupsi, dan merusak nilai-nilai internal di institusi kepolisian.

Anggapan tersebut dinilai akan menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada Polri.

Baca juga: Status Irjen Napoleon Sebagai Polisi Aktif Dipertanyakan, Ini Kata Polri

Permisif pada kasus korupsi

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menuturkan, jika tak segera memberhentikan Napoleon, Polri dapat dikatakan melakukan pembiaran pada anggotanya yang terjerat kasus korupsi.

Dalam pandangannya, selain memberi sanksi administratif untuk Napoleon, pemberhentian itu dapat menjadi sinyal kuat agar anggota Polri tak lagi terjerat perkara korupsi.

Ia mengatakan, komitmen Polri terkait pemberantasan korupsi patut dipertanyakan karena tak seperti yang digaungkan oleh Kapolri.

“Ini tentu tidak sejalan atau bahkan bertolak belakang dengan komitmen antikorupsi yang kerap kali digadang-gadang oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo,” jelas Kurnia.

Baca juga: Napoleon Bonaparte Masih Berstatus Polisi Aktif, Pukat UGM: Sangat Tidak Layak

Banding dan kasasi Napoleon ditolak

Napoleon divonis empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta karena menerima suap senilai 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan, uang itu diterima karena Napoleon menginformasikan status red notice Djoko Tjandra dan berupaya untuk menghapusnya.

Pascaputusan diberikan, Napoleon sempat mengajukan banding.

Namun, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta justru memperkuat putusan majelis hakim Tipikor Jakarta.

Upaya hukum Napoleon pun berlanjut ke tingkat kasasi, tetapi ditolak Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian, ia tetap menjalankan hukuman sesuai keputusan majelis hakim di tingkat pertama.

Baca juga: Napoleon Bonaparte Jadi Terpidana Korupsi, Statusnya sebagai Perwira Aktif Polri Dipertanyakan

Terjerat dua tindak pidana lain

Napoleon saat ini berstatus sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pencucian uang terkait suap yang diberikan Djoko Tjandra.

Penetapan itu dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri akhir September 2021.

Napoleon pun tengah menjalani sidang dugaan penganiayaan pada terpidana kasus penistaan agama M Kece.

Proses hukumnya tengah berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Pada perkara tersebut, Napoleon didakwa dengan Pasal 170 Ayat (2) ke-1, Pasal 170 Ayat (1) KUHP, dan dakwaan subsider Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Baca juga: Status Napoleon Bonaparte sebagai Polisi Aktif Dinilai Bakal Rugikan Polri

Ia terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

Polri tunggu proses peradilan selesai

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli Handoko menyampaikan, pihaknya menunggu semua proses peradilan perkara Napoleon selesai.

Gatot menyampaikan, saat ini persidangan perkara Napoleon masih berlangsung.

Setelah persidangan semua perkaranya selesai, pihak kepolisian baru akan menggelar sidang kode etik.

“Pengadilan pidana, nanti setelah ada putusan, itu nanti kode etik akan menyertai, sidang kode etiknya,” imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com