Menurut dia, deklarasi PDSI murni karena kebebasan berserikat dan berkumpul bagi warga Indonesia telah diatur dalam UUD 1945.
Baca juga: Jajang Edi: Deklarasi PDSI Tak Terkait Pemecatan Terawan dari IDI
"Bagaimana dengan Dokter Terawan, saya pikir kita berdiri bukan karena kasus Dokter Terawan, tapi sesuai dengan Pasal 28 UUD 1945," ujar Jajang saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.
"Adapun ke depan kalau memang beliau mau bergabung, kami akan terima dengan pintu terbuka. Silakan beliau memilih rumah tinggal baru, silakan memilih," lanjutnya.
Jajang juga menegaskan, organisasi PDSI terpisah dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
PDSI pun telah memiliki ketetapan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Jadi kita berdiri terpisah dengan organisasi yang selama ini (IDI). Kita sudah punya ketetapan hukum dari Kemenkumham. Jadi kita resmi diakui oleh pemerintah. Kita di bawah Konsil Kedokteran Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto memberikan tanggapan atas dideklarasikannya PDSI.
Menurut dia, organisasi kedokteran idealnya tunggal.
"Undang-undang Praktik Kedokteran dan dua kali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mensahkan IDI sebagai organisasi tunggal kedokteran," kata Slamet saat dikonfirmasi Kompas.com.
Dia pun menjelaskan dua alasan mengapa organisasi kedokteran harus tunggal. Pertama, karena menyangkut nyawa manusia dan perlindungan masyarakat.
Kedua, di seluruh dunia asosiasi kedokteran pun hanya satu untuk setiap negara.
Baca juga: Tanggapi Munculnya PDSI, IDI: Organisasi Kedokteran Harus Tunggal
"Kenapa organisasi kedokteran harus tunggal? Karena menyangkut nyawa manusia, untuk perlindungan masyarakat. Kemudian di seluruh dunia, medical association hanya satu tiap negara," tambahnya.
Dalam putusannya pada 2018, MK memang menyatakan IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi kedokteran yang sah di Indonesia.
Putusan itu menjadi hasil dari uji materi mengenai sejumlah pasal yang menjelaskan kewenangan IDI.
Sejumlah pasal yang diuji materi yakni Pasal 1 angka 4, angka 12, angka 13, serta Pasal 14 ayat (1) huruf a, Pasal 29 ayat (3) huruf d, dan Pasal 38 ayat (1) huruf c Undang-Undang Praktik Kedokteran.