Melani memberi contoh, Fikry dkk diseret dengan kain sarung, kakinya ditimpa batu, dan mendengar tembakan disertai ancaman “udah, lu ngaku aja, temen lu udah mati!”.
Petugas juga mengancam akan melakukan sejumlah kekerasan kepada mereka jika tidak mengaku, seperti melindas kaki mereka dengan mobil.
Melani menyebutkan, Fikry dkk mengalami luka-luka membekas di wajah, badan, dan jari-jari kaki, serta trauma hebat.
“Akibatnya, keempat korban akhirnya mengaku terlibat dalam peristiwa pembegalan yang terjadi pada 24 Juli 2021 karena kondisi tertekan dan berada di bawah ancaman,” ujar dia.
7 jam penyiksaan yang mau disembunyikan polisi
Polsek Tambelang diduga memanipulasi keterangan kepada Komnas HAM ketika lembaga perlindungan hak asasi manusia itu melakukan pemantauan dan penyelidikan.
“Ada sesuatu yang memang sangat kita sayangkan. Problem serius untuk kami. Salah satunya memberikan keterangan yang tidak benar kepada Komnas HAM untuk menutupi alibi tidak terjadi penyiksaan,” kata Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam, dalam jumpa pers, Rabu (20/4/2022).
Manipulasi keterangan itu diduga dilakukan dengan cara memotong bukti foto kedatangan Fikry dkk di Polsek Tambelang, yang membuat seolah-olah Fikry dkk langsung diboyong ke polsek setelah ditangkap.
“Ketika kami minta keterangan kepada kepolisian di sana, Polres Metro Bekasi, Polsek Tambelang, kami diberikan foto ini. Kami mendapatkan keterangan verbal dan informasi dari teman-teman kepolisian di sana, bahwa mereka dibawa ke polsek jam 20.00 dan ini (foto) buktinya,” jelas Anam.
Para saksi yang dimintai keterangan oleh Komnas HAM menegaskan bahwa Fikry dkk baru dibawa ke Polsek Tambelang sekitar pukul 03.00, dini hari esoknya.
Komnas HAM kemudian memperoleh foto lain yang identik dengan foto yang diserahkan kepolisian, tetapi ada keterangan waktu yang tidak terpotong.
Keterangan waktu itu berupa jam digital di atas pintu bertuliskan pukul 03.27.51, tak jauh berbeda dengan keterangan para saksi.
Itu artinya, ada jeda hampir 8 jam sejak Fikry dkk ditangkap sebelum tiba di Polsek Tambelang.
“Kami mendapatkan foto yang sama. Yang ini (versi polisi) di-crop, yang ini foto aslinya. Foto asli menunjukkan jam 03.27.51. Ini foto yang sama. Dan ini problem yang sangat serius menurut kami,” tegas Anam.
“Ini (pemalsuan foto) kan mau melawan berbagai kesaksian yang diberikan, oleh korban, oleh keluarganya, oleh masyarakat, bahwa mereka tidak dibawa ke polsek jam 20.00, tapi dibawa ke Gedung Telkom untuk disiksa,” ungkapnya.
Anam menjelaskan, hal ini menjadi pokok keyakinan Komnas HAM yang makin memperkuat dugaan bahwa para korban salah tangkap memang disiksa supaya mengaku.
Padahal, lanjutnya, pembuktian tindak kriminal oleh polisi seharusnya dilakukan dengan investigasi secara saintifik, bukan dengan mengandalkan pengakuan.
Apabila polisi cukup kredibel buat membuktikan tindak kriminal dan menemukan alat bukti yang kuat, maka pernyataan dari pelaku tak lagi diperlukan.
Baca juga: Komnas HAM: Tak Ada Laporan Pelanggaran HAM karena Aplikasi PeduliLindungi
Berdoa bagi datangnya keadilan
Temuan Komnas HAM tidak dapat mengubah jalannya proses persidangan Fikry dkk yang kini disebut mengalami trauma hebat jika bertemu polisi.