JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (eLSAM) mendesak revisi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, sehubungan dengan langkah Kementerian Dalam Negeri memberikan izin akses data nomor induk kependudukan (NIK) ke sektor privat.
Pertama, kata Direktur eLSAM Wahyudi Djafar, karena UU Administrasi Kependudukan sebenarnya tidak memberikan izin akses data oleh sektor privat.
Tetapi, pemerintah malah mengizinkannya dan baru-baru saja membuat kebijakan baru yaitu mengenakan tarif Rp 1.000 sekali akses untuk para stakeholder.
"Mestinya dirumuskan secara baik di dalam undang-undang. Ini kan menyangkut pemenuhan hak-hak orang," jelas Wahyudi kepada Kompas.com, Senin (18/4/2022).
Baca juga: Kemendagri Izinkan NIK Diakses Perusahaan, Dasar Hukum Pemerintah Dianggap Lemah
Izin akses kepada sektor privat berupa institusi badan hukum, termasuk perusahaan/lembaga berorientasi laba, sebetulnya sudah dilakukan sejak lama.
Padahal, UU itu memuat 31 item data kependudukan dan data agregat untuk digunakan oleh "pengguna" yang notabene lembaga negara dan pemerintahan.
Tujuannya untuk 5 keperluan, yaitu pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum/pencegahan kriminal.
Tetapi, UU itu diterjemahkan lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2015, di mana "pengguna" data kependudukan bukan lagi sebatas lembaga negara dan pemerintahan, melainkan juga termasuk "badan hukum Indonesia".
"Jangan semata-mata diatur di level teknis seperti peraturan pemerintah, apalagi peraturan menteri," katanya.
Baca juga: Tarik Menarik RUU PDP dan Pentingnya Independensi Otoritas Perlindungan Data Pribadi
Kedua, revisi ini sekaligus memperbarui mekanisme perlindungan data pribadi yang saat ini dinilai belum mumpuni.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.