Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Ironis, Revisi UU PPP untuk Perbaikan UU Ciptaker tetapi Tak Ada Partisipasi Bermakna

Kompas.com - 15/04/2022, 20:29 WIB
Mutia Fauzia,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritik proses pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP) yang hanya memakan waktu kurang dari sepekan.

Bivitri menilai, proses revisi UU PPP yang mulanya diklaim untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU Cipta Kerja menjadi ironis lantaran pada praktiknya juga tidak menerapkan partisipasi bermakna.

"Betapa ironisnya, kalau misalnya revisi UU PPP ini diklaim untuk melaksanakan putusan MK Nomor 91 mengenai UU Ciptaker, tapi sebenarnya tidak menerapkan partisipasi bermakna. Sangat ironis," ujar Bivitri dalam diskusi virtual yang diadakan LP3ES, Jumat (15/4/2022).

Baca juga: Ini Alasan Fraksi PKS Tolak Revisi UU PPP Diparipurnakan

Untuk diketahui, putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

MK dalam pertimbangannya menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau bersifat revisi.

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.

Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU.

Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.

"RUU PPP ini yang terdampak langsung cukup banyak, kelompok-kelompok yang punya kepentingan dalam proses legislasi dan harus dikaitkan dengan UU Ciptaker," ujar Bivitri.

Bivitri pun menilai, pemerintah salah dalam memaknai putusan MK mengenai UU Cipta kerja yang inkonstitusional secara bersyarat.

Amar putusan MK tidak menyebutkan pemerintah perlu merevisi UU PPP untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Pastikan Revisi UU PPP Belum Disahkan pada Penutupan Masa Sidang Ini

Di sisi lain, amar putusan MK menyebutkan pemerintah harus menangguhkan segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Namun hal tersebut juga tidak dilaksanakan oleh pemerintah.

"Kalau MK memang benar-benar mau pemerintah melanjutkan, MK akan memutusnya konstitusional bersyarat. Yang ini tidak, jelas inkonstitusional bersyarat. Artinya MK bilang berhenti, itu sudah inkonstitusional, tapi silakan perbaiki selama dua tahun. Tapi lihat betapa cepatnya Pak Jokowi sendiri langsung klaim putusan MK ini, tapi salah klaimnyam dan itu yang terus dilaksanakan," ujar Bivitri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com