Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muhammad Nazaruddin dan 'Nyanyian' yang Ungkap Sejumlah Kasus Korupsi

Kompas.com - 15/04/2022, 06:03 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Muhammad Nazaruddin adalah adalah salah satu sosok politikus dan pengusaha yang kontroversial hingga akhirnya dijebloskan ke penjara akibat perkara korupsi.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin itu telah bebas dari Lapas Sukamiskin, pada 14 Juni 2020 lalu setelah memperoleh Cuti Menjelang Bebas (CMB).

Kiprah pemilik kelompok usaha Grup Permai itu di dunia politik sempat melejit saat menjadi anggota Partai Demokrat. Bahkan dia diangkat menjadi Bendahara Umum di masa kepemimpinan Ketua Umum Anas Urbaningrum.

Akan tetapi, saat itu juga Nazaruddin terlibat dalam perkara korupsi Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Dia juga terlibat perkara pencucian uang.

Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang pada 30 Juni 2011.

Kasus ini melibatkan tiga tersangka lainnya, yakni Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, dan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, Mohamad El Idris. Sebelum menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka, KPK telah tiga kali memanggil Nazaruddin sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Baca juga: Dari Anas Urbaningrum, Nazaruddin, hingga Nurhadi, Deretan Kasus Gratifikasi yang Jadi Sorotan

Namun, Nazaruddin selalu mangkir dan sudah berada di luar negeri saat ia ditetapkan sebagai tersangka.

Nazaruddin kemudian masuk dalam daftar pencarian orang Kepolisian Internasional (interpol) setelah KPK mengajukan penerbitan red notice melalui Mabes Polri.

"Iya, resmi DPO, sudah ada namanya di situs interpol Indonesia," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK Jakarta pada 5 Juli 2011.

Licin

Dengan demikian, kata Johan, polisi internasional di negara anggota International Criminal Police Organization (ICPO) dapat menangkap Nazaruddin.

Dalam pelariannya, Nazaruddin turut mengajak istrinya, Neneng Sri Wahyuni. Namun, Nazaruddin meminta Neneng kembali ke Indonesia.

Agen Interpol lantas menangkap Nazaruddin di Cartagena, Kolombia pada 6 Agustus 2011. Selama pelariannya, Nazaruddin sempat singgah ke Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Nazaruddin menggunakan identitas palsu yakni paspor milik sepupunya, Syarifuddin, untuk dapat berpindah-pindah negara sehingga menyulitkan pengejaran.

Selama pelariannya itu pula Nazaruddin sempat mengadakan komunikasi jarak jauh dengan pewarta warga, Iwan Piliang. Melalui Skype, Nazar menuding sejumlah pihak termasuk Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Wakil Pemimpin KPK Chandra M Hamzah (sekarang mantan) merekayasa kasusnya.

Atas sederat perkara korupsi yang membelitnya, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun dan 10 bulan penjara serta denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan penjara kepada Nazaruddin pada 20 April 2012.

Baca juga: Kasus Hambalang: Dari Nazaruddin, Anas, hingga Dugaan Keterlibatan Ibas

Nazaruddin dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap berupa cek senilai Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah saat menjadi anggota DPR.

Menurut majelis hakim, Nazaruddin mengatur pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek wisma atlet.

Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin dari 4 tahun 10 bulan menjadi 7 tahun penjara. MA juga menambah hukuman denda untuk Nazaruddin dari Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta.

MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menyatakan Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Kami menilai Nazaruddin terbukti sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 12b Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, sesuai dakwaan pertama. Kalau di pengadilan judexfactie dia hanya terbukti menerima suap saja, menurut MA, dia (Nazaruddin) secara aktif melakukan pertemuan-pertemuan," kata Hakim Agung Artidjo Alkostar yang menangani perkara tersebut.

Nazaruddin juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus penerimaan gratifikasi dan pencucian uang. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pun memvonis Nazaruddin bersalah dalam kasus tersebut dan menjatuhi hukuman pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Baca juga: Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin Bebas Murni

Dalam perkara ini, Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.

Saat menerima gratifikasi, ia masih berstatus sebagai anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup.

Nazaruddin juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi.

Nazaruddin pun sempat mengungkapkan dia mengetahui 11 kasus korupsi yang menyeret sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Hal itu disampaikan Nazaruddin saat diperiksa KPK sebagai tersangka kasus pencucian uang pada 31 Maret 2013.

Sejumlah proyek yang ia sebutkan antara lain adalah proyek pengadaan KTP elektronik, pesawat Merpati MA-60 serta proyek-proyek pembangunan gedung institusi pemerintah.

"Saya buka bagi-bagi uang di proyek e-KTP, proyek Merpati MA-60 yaitu proyek fiktif yang nilainya hampir Rp 2 triliun, penunjukkan langsung proyek gedung MK (Mahkamah Konstitusi) senilai Rp 300 miliar, gedung diklat (pendidkan dan latihan) MK senilai Rp 200 miliar, saya buka juga proyek pembangunan gedung pajak yang dibagi-bagi 'fee'nya, semua saya buka," ungkap Nazar, dikutip dari Antara.

Baca juga: Bebas Murni, Nazaruddin Ingin Bangun Masjid dan Pesantren

Dari kasus-kasus yang dibeberkan Nazaruddin tersebut, hanya kasus proyek e-KTP yang akhirnya dapat dibongkar oleh KPK hingga terbukti di pengadilan. Proyek e-KTP tersebut merugikan negara senilai Rp 2,3 triliun dan menyeret sejumlah nama sebagai tersangka, termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Hidup nyaman di penjara

Setelah Nazaruddin mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, ternyata hal itu mengungkap hal baru. Pada Desember 2019, Ombudsman RI menemukan sel yang ditempati Nazaruddin lebih luas dari sel tahanan lainnya.

Selain Nazaruddin, mantan Ketua DPR Setya Novanto dan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Djoko Susilo juga menempati sel yang lebih luas.

Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala saat itu mengatakan sel ketiganya telah mengalami modifikasi sehingga lebih luas dari sel pada umumnya.

"Artinya itu sebenarnya ada 6 sel yang dijebol sehingga menjadi 3 sel. Di sini kan ada soal karena ini adalah cagar budaya," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Nasional
Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi 'Online'

Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi "Online"

Nasional
KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

Nasional
Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Nasional
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Nasional
Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Nasional
Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Nasional
Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Nasional
PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

Nasional
Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Nasional
Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Nasional
Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Nasional
Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Nasional
KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com