Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Kompas.com - 24/06/2024, 18:51 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku bakal mempelajari masalah yang terjadi pada PT Sri Rejeki Isman Tbk termasuk isu yang menyebut perusahaan itu bangkut.

"Itu harus kita pelajari mengapa bangkrut," kata Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).

Ia menuturkan, Kemenperin akan melihat model bisnis yang dijalankan perusahaan berkode saham SRIL tersebut.

Agus ingin mempelajari bangkrutnya Sritex murni karena masalah industri tekstil atau masalah lain yang dihadapi kantor pusat. 

Baca juga: Sambangi PT Sritex, Gibran Janji Akan Sederhanakan Peraturan untuk Permudah Industri

Sebab, pasar Indonesia tengah kebanjiran produk tekstil impor karena beberapa hal.

"Ya kita mesti lihat model bisnisnya seperti apa di Sritex group itu. Apakah bangkrutnya murni karena tekstil apakah ada masalah-masalah yang dihadapi pusat," ujar Agus.

Sebagai informasi berdasarkan keterangan Sritex kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten tersebut membantah mengalami kebangkitan.

Perusahaan mengeklaim perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan.

"Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan," kata Direktur Keuangan Sritex Welly Salam, Senin.

Baca juga: Dampak Relaksasi Impor, Industri Tekstil RI Diprediksi Terus Alami Penurunan Daya Saing

Welly menyatakan, restrukturisasi lewat PKPU sudah selesai dan berkekuatan hukum tetap sesuai putusan PKPU tertanggal 25 Januari 2022 atas perkara PKPU No. 12/Pdt-Sus-PKPU/2021/PN Niaga Semarang.

Perseroan pun telah memohon relaksasi kepada kreditur dan mayoritas sudah memberikan persetujuan atas relaksasi tersebut.

Adapun penurunan pendapatan secara drastis terjadi akibat Covid-19 dan persaingan yang ketat di industri tekstil global.

Perseroan menyatakan, kondisi geopolitik perang di Rusia - Ukrania serta Israel - Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor, karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat.

Baca juga: Jubir Kemenperin: Jangan Korbankan Industri Tekstil demi Industri Lain

Kemudian, terjadi over supply tekstil di China yang menyebabkan terjadinya dumping harga, yang mana produk-produk ini menyasar terutama ke negara lain di luar Eropa dan China yang tidak menerapkan bea masuk antidumping, tidak ada tarif barrier maupun nontarif barrier, salah satunya adalah Indonesia.

"Situasi geopolitik dan gempuran produk China masih terus berlangsung sehingga penjualan belum pulih. Perseroan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor," ujar Welly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com