JAKARTA, KOMPAS.com - Penerimaan gratifikasi menjadi salah satu tindak pidana korupsi yang menjerat penyelenggara negara di Indonesia.
Pada semester pertama 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 1.082 laporan penerimaan gratifikasi dengan total nilai Rp 14,6 miliar.
Berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penerimaan gratifikasi harus dilaporkan ke KPK dalam kurun waktu 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.
Baca juga: Mengenal Gratifikasi: Definisi, Dasar Hukum dan Tata Cara Pelaporannya
Jika tidak, maka penerimaan gratifikasi tersebut dapat dikenakan pidana dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, sejumlah pimpinan partai politik, kepala daerah hingga pejabat lembaga peradilan pernah terjerat kasus gratifikasi dan meringkuk di penjara.
Baca juga: Apa Saja Kriteria Gratifikasi yang Tak Perlu Dilaporkan kepada KPK?
Berikut daftar sejumlah kasus gratifikasi yang sempat mendapat sorotan publik:
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terbukti menerima gratifikasi yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah dan jutaan dollar AS dalam kasus korupsi proyek Hambalang.
Gratifikasi sebesar Rp 2,2 miliar dari PT Adhi Karya agar perusahaan itu memenangkan lelang pekerjaan fisik Hambalang.
Baca juga: Kasus Hambalang: Dari Nazaruddin, Anas, hingga Dugaan Keterlibatan Ibas
Kemudian, Anas juga menerima Rp 25,3 miliar dan 36.070 dollar AS dari Grup Permai yang dimiliki mantan Bendahara Umum Nazaruddin, serta Rp 30 miliar dan 5,2 juta dollar AS dari Nazaruddin.
Selain itu, Anas juga dinyatakan terbukti menerima mobil Toyota Harrier serta fasilitas survei dari Lingkaran Survei Indonesia sebesar Rp 478,6 juta.
Menurut hakim pengadilan tingkat pertama, gratifikasi yang diterima Anas itu digunakan untuk pencalonannya sebagai ketua umum Partai Demokrat.
Baca juga: KPK Eksekusi Putusan MA yang Pangkas Hukuman Anas Urbaningrum
Namun, penggunaan uang untuk pencalonan itu dinyatakan tidak terbukti oleh majelis hakim pada tingkat peninjauan kembali (PK).
Pada tingkat PK, Mahkamah Agung mengurangi hukuman Anas menjadi 8 tahun penjara setelah sebelumnya divonis 14 tahun pada tingkat kasasi.
2. Nazaruddin
Bekas rekan satu partai Anas, Nazaruddin, juga tersandung kasus gratifikasi saat ia menjadi anggota DPR periode 2009-2014.
Nazaruddin menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.
Saat menerima gratifikasi, Nazaruddin masih berstatus sebagai anggota DPR. Ia juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup.
Baca juga: Nazaruddin, Mantan Bendum Demokrat yang Disebut Bagi-bagikan Uang ke Peserta KLB Kontra-AHY
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.