JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menghadiri persidangan dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan dua terdakwa, Adam Deni dan Ni Made Dwita Anggari.
Sahroni dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi pelapor dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu (6/4/2022).
Ruang sidang pun tampak lebih padat dibanding dua persidangan sebelumnya.
Baca juga: Ahmad Sahroni Mengaku Pernah Beri Tahu Adam Deni: Kritik Boleh tapi Jangan Menghujat
Di depan majelis hakim, Kader Partai Nasdem itu mengungkapkan sejumlah kesaksian, termasuk alasannya melaporkan Adam.
Adam menjawab sejumlah pertanyaan kuasa hukum Adam.
Salah satunya tentang dokumen yang dipermasalahkan dalam perkara ini.
Sahroni menjelaskan, data pribadi yang ia permasalahkan adalah dokumen pembelian dua unit sepeda dari Dwita yang bernilai ratusan juta.
Baca juga: Minta Maaf kepada Ahmad Sahroni supaya Bebas, Adam Deni: Saya Sudah Tidak Kuat
Sahroni menyebut, dokumen itu masuk sebagai data pribadi karena belum memenuhi syarat didaftarkan sebagai daftar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
“Begini penasihat hukum, harta benda itu akan masuk LHKPN setahun setelahnya. Jika saya mendapat di tahun 2021, maka barang itu masuk ke LHKPN pada tahun 2022,” tutur dia.
Sahroni mengaku dua unit sepeda itu telah lunas dibayarnya, tapi hingga kini barangnya tak juga sampai.
Baca juga: Siap-siap, 79 Juta Warga Diprediksi Mudik Tahun Ini, Antisipasi Macet Parah Terjadi
“Nah makanya saya sebut dokumen rahasia karena barangnya belum sampai, kalau sudah sampai ya baru saya laporkan (LHKPN),” sambungnya.
Dicecar kuasa hukum Adam tentang alasan dua unit sepeda belum tiba, Sahroni meminta untuk menanyakan ke Dwita.
“Itu terdakwa dua masih hidup, bisa ditanya,” kata Sahroni.
Tampik laporannya untuk menindas rakyat
Sahroni menampik jika laporannya pada Adam merupakan upaya penindasan pada rakyat.
Ia menegaskan bahwa langkah hukum ditempuhnya sebagai masyarakat sipil untuk mencari keadilan.
Sahroni menyatakan ia tidak langsung melaporkan Adam ketika dokumen pribadinya diunggah melalui Instagram Stories akun @adamdenigrk.
Baca juga: Menakar Loyalitas Menteri Jokowi usai Larangan Bahas Penundaan Pemilu dan Masa Jabatan
“Selama 12 hari saya tidak pernah berkata, dan saya cari keplesetnya saja di hari ke 13. Lalu saya meminta pandangan hukum dari orang yang paham,” jelas Sahroni.
Ia pun mengaku melaporkan Adam karena merasa terancam atas unggahannya.
Menurut Sahroni, Adam mestinya langsung melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika merasa mencurigai dirinya melakukan tindak pidana korupsi.
Suasana persidangan sempat memanas ketika Adam dan Dwita mengajukan pertanyaan pada Sahroni.
Kuasa hukum dan jaksa pun turut berdebat untuk membela kliennya masing-masing.
Melihat situasi itu, hakim ketua Rudi Kindarto mengambil alih jalannya persidangan.
Rudi menanyakan pada Sahroni, Adam dan Dwita terkait niatan untuk saling memaafkan.
Baca juga: Pemerintah Umumkan Cuti Bersama Lebaran 29 April dan 4-6 Mei 2022
“Maksud saya mumpung ketemu di sini, saling memaafkan mau enggak? (Tapi) hukum tetap jalan. Dengan maaf tidak menghapus hukum, tapi agar silaturahmi tetap jalan,” tegas hakim Rudi.
Sahroni lantas berjabat tangan dengan Adam dan Dwita secara bergantian.
Seisi ruang sidang pun riuh melihat jabat tangan ketiganya.
“Apa gunanya maaf kalau kesalahan selalu diingat. Jadi setelah maaf ini tidak ada hal negatif terkait perkara ini,” pungkas hakim Rudi.
Diketahui dalam perkara ini Adam dan Dwita didakwa dengan Pasal 48 Ayat (3) jo Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.