Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ditahan, Tersangka Kasus Kerangkeng Manusia di Langkat Dikhawatirkan Hilangkan Barang Bukti

Kompas.com - 07/04/2022, 06:37 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) khawatir penegakan hukum kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin bakal terganggu karena polisi tak kunjung menahan para tersangka.

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menyebutkan, selama para tersangka tidak ditahan bisa saja menghilangkan barang-barang bukti.

"Dan hal yang paling dikhawatirkan adalah upaya pelaku untuk mempengaruhi keterangan para saksi/korban jika mereka tidak segera ditahan," ujar Edwin kepada Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Baca juga: Polri Dikritik karena Lambat Usut Anggotanya yang Diduga Terlibat Kasus Kerangkeng Manusia di Langkat

Menurut dia, dua hal itu amat mungkin terjadi jika melihat profil para tersangka.

Dari sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara, hanya Terbit yang ditahan, itu pun karena ia lebih dulu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus suap.

Delapan orang lain yaitu SP, HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara terkait kasus itu tetapi tak kunjung ditahan hingga sekarang. Beberapa di antara para tersangka merupakan kerabat Terbit.

"Orang-orang punya duit itu," kata Edwin.

Dua alasan

Polisi beralasan delapan orang itu tidak ditahan karena dianggap kooperatif, sehingga hanya dikenakan wajib lapor ke Polda Sumatera Utara.

Sementara itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut bahwa polisi khawatir jika para tersangka ditahan sejak sekarang, masa penahanannya akan usai sebelum penyidik selesai melengkapi berkas perkara.

Edwin menganggap bahwa dua alasan itu tidak cukup memadai. Apalagi, para tersangka dijerat pasal dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun.

"Secara objektif ancaman hukuman di atas lima tahun itu dilakukan penahanan. Itu standar objektif, bukan subjektif," kata Edwin.

Baca juga: Fakta Baru Kasus Kerangkeng Manusia, Bupati Nonaktif Langkat Jadi Tersangka dan Dijerat Pasal Berlapis

"Kenapa pakai alasan subjektif, apa yang melatarbelakangi, apa Kapolda Sumut punya utang budi dengan TRP (Terbit Rencana Perangin-angin)?" tambahnya.

Ia bahkan membandingkan kasus itu dengan kasus investasi bodong yang menyeret pesohor Doni Salmanan.

Edwin memaparkan, Doni toh tetap ditahan oleh Bareskrim Polri kendati kasus investasi bodong itu lebih rumit untuk diungkap dan korban-korbannya tidak mengalami luka fisik maupun psikologis.

"Kalau soal kooperatif, semua juga kooperatif. Doni Salmanan itu juga kooperatif, bahkan korbannya enggak ada yang sakit jiwa, enggak ada yang luka-luka, tapi tetap ditahan," kata Edwin.

"Ini (kasus kerangkeng) bukan masuk perkara sulit. Kategori perkara sulit kalau nggak ada saksinya, pelakunya kabur ke luar negeri, dibutuhkan alat-alat khusus. Kalau ini tempatnya jelas masih ada, saksi korban banyak banget. Pelakunya masih ada. Tidak dibutuhkan alat-alat khusus," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com