Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Darwin Darmawan

Pendeta GKI, Mahasiswa doktoral ilmu politik Universitas Indonesia

Wacana Presiden Tiga Periode yang Semakin Vulgar

Kompas.com - 05/04/2022, 13:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pertama, membangun legitimasi emosi. Dalam proses ini, politisi membuat semacam review emosional tentang wacana politik yang berkembang. Semacam test the water. Juga untuk memperjelas siapa “lawan” dan “kawan”.

Dalam kasus Jokowi, dia berkata: “enggak ngurus copras-capres”. Pemilihan kosa katanya yang lugas dan tidak baku jelas menyasar rakyat kebanyakan.

Bersamaan dengan itu, Jokowi menjelaskan dirinya fokus bekerja, mengatasi banjir dan mengurus pedagang kaki lima.

Dengan mengatakan itu, banyak orang yang emosinya tersentuh. Mereka yakin Jokowi adalah figur yang mencintai rakyat.

Kedua, legitimasi melalui pengandaian. Struktur ujaran politik untuk menjalankan strategi ini biasanya memakai rumusan: jika kondisi tertentu dibiarkan, masa depan rakyat akan bahaya.

Strategi tersebut dilakukan Jokowi dengan berkali-kali memberi kesan negatif wacana pencapresannya.

“Copras-capres” dikatakan untuk memberi kesan dirinya terganggu. Kalau terus begitu, ia tidak bisa mengurus rakyat Jakarta.

Tetapi, justru ini membuat banyak orang semakin penasaran kepadanya. Di tengah kecenderungan manusia yang haus kuasa, pribadi Jokowi yang lebih memilih bekerja untuk rakyat merupakan hal langka.

Ketiga, membangun legitimasi berdasarkan rasionalitas. Ketika wacana pencapresannya menguat dan keputusan PDI-P mengusung Jokowi semakin jelas, seorang wartawan Amerika bertanya kepada Jokowi tentang siapa yang akan mengumumkan pencapresan dirinya.

Jokowi menjawab: "You can ask that to Ibu Mega. I concentrate to my job as Governoor of Jakarta." (Kompas, 2 Juli 2014).

Ujaran ini adalah strategi Jokowi membangun legitimasi yang rasional. Melaluinya, Jokowi hendak mengatakan, keputusan pencapresannya sudah melalui proses panjang di partai politik, lembaga yang tepat dan paling tahu soal politik.

Keempat, membangun legitimasi dengan meminjam suara para ahli, termasuk di dalamnya sistem dan nilai yang ada di masyarakat.

Ketika keputusan politik sudah diambil PDI-P, pro kontra sudah semakin jelas terlihat, keputusan politik Jokowi yang bersedia menjadi capres PDI-P mendapat dukungan para ahli dan pengamat.

Kesediaannya dicalonkan tidak bertentangan dengan nilai demokrasi. Ia bersedia, karena legitimasi rakyat, mandat partai politik dan dukungan para ahli.

Terakhir legitimasi melalui altruisme. Setelah keputusan politik diambil, politisi akan menunjukkan kalau keputusan tersebut adalah untuk kepentingan negara. Bukan untuk kepentingan pribadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Seluruh Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Seluruh Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan Bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan Bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com