Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Darwin Darmawan

Pendeta GKI, Mahasiswa doktoral ilmu politik Universitas Indonesia

Wacana Presiden Tiga Periode yang Semakin Vulgar

Kompas.com - 05/04/2022, 13:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM the art of war, Sun Tzu menjelaskan, keunggulan seseorang tercermin dari kelihaiannya mematahkan resistensi tanpa berkelahi. Kelihaian tersebut ada dalam diri Jokowi.

Ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (2014), Jokowi menolak tegas wacana pencapresan dirinya.

Namun penolakan tersebut berubah menjadi kesiapan ketika PDI-P memberi mandat Jokowi menjadi capres.

Perubahaan tersebut bisa dibaca sebagai strategi politik Jokowi yang lihai dalam mematahkan resistensi tanpa berkelahi.

Tulisan ini mendiskusikan strategi politik Jokowi terkait pencapresan dirinya, lalu menjadikannya kaca mata untuk melihat keriuhan politik yang belakangan timbul terkait wacana untuk menunda pemilu dan menjadikan Jokowi presiden tiga periode.

Legitimasi politik

Saat Jokowi sedang menjabat Gubernur Jakarta, muncul wacana pencapresan dirinya medio 2013.

Beberapa lembaga survei menunjukkan elektabilitas Jokowi juga tinggi. Banyak pihak bertanya kepadanya tentang kemungkinan pencapresan tersebut.

Ketika wartawan bertanya, Jokowi menjawab tegas: ”Sudah saya sampaikan bolak-balik, saya enggak ngurusin survai-survei, enggak ngurus copras-capres, ngurusnya kaki lima. Sudahlah cukup, ngurus kaki lima aja.” (Kompas, 6 Oktober 2013).

Menariknya, sikap Jokowi berubah lima bulan kemudian. Pada pertengahan Maret 2014, Jokowi mendeklarasikan diri sebagai calon presiden.

Dalam deklarasi tersebut Jokowi berkata: "Saya telah dapatkan mandat dari Ibu Megawati dan saya siap untuk melaksanakannya."

Tak lama usai mengucapkan kalimat itu, dia langsung mencium bendera merah putih.

"Bismillah, saya siap menjadi calon presiden dari PDI-P," ucap Jokowi ketika itu. (Kompas, 14 Maret 2014).

Dalam tulisannya, Strategies of legitimization in political discourse: From words to actions, Antonio Reyes menjelaskan bagaimana politisi memakai strategi ujaran politik untuk melegitimasi keputusan.

Politisi selalu memiliki intensionalitas ketika berbicara di depan publik: mendapat legitimasi atau dukungan rakyat.

Politisi mendapat legitimasi dengan cara membangun kekuasaan simbolik (Bourdieu, 2001), melalui lima strategi ujaran politik.

Pertama, membangun legitimasi emosi. Dalam proses ini, politisi membuat semacam review emosional tentang wacana politik yang berkembang. Semacam test the water. Juga untuk memperjelas siapa “lawan” dan “kawan”.

Dalam kasus Jokowi, dia berkata: “enggak ngurus copras-capres”. Pemilihan kosa katanya yang lugas dan tidak baku jelas menyasar rakyat kebanyakan.

Bersamaan dengan itu, Jokowi menjelaskan dirinya fokus bekerja, mengatasi banjir dan mengurus pedagang kaki lima.

Dengan mengatakan itu, banyak orang yang emosinya tersentuh. Mereka yakin Jokowi adalah figur yang mencintai rakyat.

Kedua, legitimasi melalui pengandaian. Struktur ujaran politik untuk menjalankan strategi ini biasanya memakai rumusan: jika kondisi tertentu dibiarkan, masa depan rakyat akan bahaya.

Strategi tersebut dilakukan Jokowi dengan berkali-kali memberi kesan negatif wacana pencapresannya.

“Copras-capres” dikatakan untuk memberi kesan dirinya terganggu. Kalau terus begitu, ia tidak bisa mengurus rakyat Jakarta.

Tetapi, justru ini membuat banyak orang semakin penasaran kepadanya. Di tengah kecenderungan manusia yang haus kuasa, pribadi Jokowi yang lebih memilih bekerja untuk rakyat merupakan hal langka.

Ketiga, membangun legitimasi berdasarkan rasionalitas. Ketika wacana pencapresannya menguat dan keputusan PDI-P mengusung Jokowi semakin jelas, seorang wartawan Amerika bertanya kepada Jokowi tentang siapa yang akan mengumumkan pencapresan dirinya.

Jokowi menjawab: "You can ask that to Ibu Mega. I concentrate to my job as Governoor of Jakarta." (Kompas, 2 Juli 2014).

Ujaran ini adalah strategi Jokowi membangun legitimasi yang rasional. Melaluinya, Jokowi hendak mengatakan, keputusan pencapresannya sudah melalui proses panjang di partai politik, lembaga yang tepat dan paling tahu soal politik.

Keempat, membangun legitimasi dengan meminjam suara para ahli, termasuk di dalamnya sistem dan nilai yang ada di masyarakat.

Ketika keputusan politik sudah diambil PDI-P, pro kontra sudah semakin jelas terlihat, keputusan politik Jokowi yang bersedia menjadi capres PDI-P mendapat dukungan para ahli dan pengamat.

Kesediaannya dicalonkan tidak bertentangan dengan nilai demokrasi. Ia bersedia, karena legitimasi rakyat, mandat partai politik dan dukungan para ahli.

Terakhir legitimasi melalui altruisme. Setelah keputusan politik diambil, politisi akan menunjukkan kalau keputusan tersebut adalah untuk kepentingan negara. Bukan untuk kepentingan pribadi.

Dalam deklarasi pencapresannya, selesai menyatakan kesiapannya menerima mandat dari PDI-P, Jokowi mencium bendera merah putih.

Tindakan simbolik ini merupakan strategi untuk memberi pesan: pencapresannya adalah untuk negara dan rakyat.

Dirinya sendiri tidak mau menjadi capres, tetapi demi rakyat dan bangsa, dirinya bersedia dicalonkan.

Wacana Jokowi 3 periode

Wacana penundaan pemilu dan memperpanjang jabatan Jokowi kembali muncul dan menguat. Seperti orkestra, beberapa ketua partai menyatakan persetujuan terhadap wacana tersebut.

Ketum PKB, PAN dan Golkar, serempak menyatakan persetujuan terhadap wacana penundaan pemilu.

Sekjen PSI menyatakan tidak setuju untuk menunda pemilu, tetapi setuju jika Jokowi menjadi presiden tiga periode, melalui amandemen UUD 1945 (Kompas, 4 Maret 2022).

Jokowi merespons wacana tersebut secara dinamis. Ketika awal isu ini muncul, Jokowi menolak dengan tegas dan mengatakan kalau isu tersebut dicetuskan oleh orang-orang yang hendak menjerumuskannya, mempermalukannya atau cari muka di depannya (Kompas, 2 Desember 2019).

Ketika wacana tersebut kembali muncul pada Maret 2021, Jokowi mengatakan kalau dirinya tidak berminat menjadi Presiden tiga periode.

Jokowi menyatakan, pendapatnya tidak berubah karena sesuai dengan UUD 1945 yang membatasi jabatan presiden selama dua periode.

Menariknya, setelah wacana tersebut kembali muncul dan membuat gaduh, Jokowi menyatakan bakal patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.

"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi.

Namun, sikap Jokowi tak sekeras pernyataannya sebelumnya. Kali ini, dia menyatakan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang. Sebab, hal itu bagian dari demokrasi (Kompas, 5 Maret 2022).

Kini, wacana presiden tiga periode tidak mereda. Sebaliknya, wacana tersebut bergulir semakin vulgar dan membesar.

Dalam Silaturahim Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) 2022di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022), beberapa kali para peserta mengungkit dukungan terhadap Jokowi agar kembali menjabat sebagai presiden untuk periode ketiga.

Rasanya, hampir mustahil presiden Jokowi tidak mengetahui, ada aspirasi yang mendukungnya menjadi presiden tiga periode dalam event tersebut.

Apalagi ketua dewan pembina Apdesi adalah Luhut Binsar Pandjaitan, orang kepercayaan Presiden.

Bisa saja terjadi, sekarang sedang berlangsung skenario seperti apa yang Luhut Binsar Panjaitan katakan dalam podcast Deddy Corbuzier (11 Maret 2022): “Pak Jokowi taat konstitusi. Tetapi kalau nanti ada proses politik yang berkembang di DPR, MPR (soal perpanjangan jabatan presiden), mau bagaimana. Presiden harus taat konsitusinya”.

Apakah perubahaan respons Jokowi yang diperkuat dengan semakin vulgarnya wacana Presiden tiga periode adalah bagian dari strategi Jokowi yang lihai mematahkan resistensi tanpa berkelahi, seperti ketika dirinya menjadi capres di 2014?

Apakah Jokowi benar-benar tidak tertarik pada kekuasaan atau dirinya politisi par excellence yang kalau sudah duduk lupa berdiri? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Yang jelas, mengutip Franklin D.Roosevelt,”Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh itu direncanakan seperti itu.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com