Ia memaparkan sejumlah informasi yang beredar di media sosial yaitu ada warga yang tertembak, dan dihajar ramai-ramai.
Kemudian, terdapat warga yang tak berani pulang ke rumahnya dan hanya berani menelepon dari persembunyian di hutan.
“Tapi tak mau menyebut di hutan mana dengan alasan takut ditangkap. Digambarkan pula ada yang masuk rumah sakit, ada mobil patroli membawa anjing pelacak, dan lain-lain,” terang Mahfud dikutip dari akun Instagramnya mohmafudmd.
Mahfud menunjukan bahwa temuan Komnas HAM juga menyatakan tidak ada letusan senjata, korban jiwa, dan warga yang dirawat di rumah sakit.
Baca juga: Mahfud Tegaskan Temuan Komnas HAM Terkait Wadas Tak Ubah Pernyataan Awalnya
Namun, Mahfud mengatakan, pemerintah menerima rekomendasi Komnas HAM atas insiden tersebut dan berjanji akan menindaklanjuti.
“Misalnya agar dilakukan pemeriksaan dan penertiban ke dalam, kepada petugas yang melanggar SOP. Insyaallah, itu akan dilakukan setelah jelas subyek, obyek dan peristiwanya,” tutur dia.
Perwakilan warga Desa Wadas yang menolak lingkungannya dijadikan tempat penambangan berkunjung ke Jakarta sejak Rabu (23/2/2022) sampai Jumat (25/2/2022).
Mereka mengadu nasib dengan mengunjungi berbagai lembaga negara mulai dari Kantor Staf Kepresidenan hingga Propam Polri.
Kuasa hukum warga dari LBH Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya menceritakan pertemuan warga dengan Deputi IV KSP.
Pada pertemuan itu Deputi IV KSP mempertanyakan apakah sikap penolakan warga Wadas pada penambangan merupakan harga mati?
Baca juga: Soal Temuan Kekerasan di Wadas, YLBHI: Harusnya Pak Mahfud Perbaiki Pernyataannya
Warga kekeh dengan pendiriannya untuk menolak penambangan batu andesit di wilayahnya berdasarkan tiga alasan.
Pertama, wilayah yang akan digunakan menjadi lokasi tambang adalah wilayah kelola rakyat yang menghasilkan.
“Berdasarkan catatan Walhi Yogyakarta bersama warga lahan itu menghasilkan pendapatan untuk warga mencapai Rp 8,5 miliar per tahun,” papar Julian.
Kedua, rencana pengadaan tanah di Desa Wadas untuk pembangunan Bendungan Bener sudah dimanipulasi karena menggunakan mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
“Padahal berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 pertambangan tidak termasuk proyek untuk kepentingan umum,” ungkap dia.
Terakhir alasan warga menolak penambangan karena tidak ada Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk tambang batu andesit di Desa Wadas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.