JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan sejumlah temuan dan kesimpulan terkait penangkapan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo oleh aparat kepolisiab 8 Februari 2022.
Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM disebutkan adanya tindakan kekerasan dan pengerahan kekuatan berlebihan dari Polda Jawa Tengah pada insiden tersebut.
Temuan Komnas HAM nampak bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD sehari pasca kejadian.
Kala itu, Mahfud menyebut tidak ada kekerasan yang terjadi di Desa Wadas, dan mengklaim aparat kepolisian hanya menjaga agar tidak terjadi perpecahan antara warga Wadas yang pro dan kontra pada penambangan bahan material untuk pembangunan Bendungan Bener.
Ia pun mempersilahkan pihak-pihak yang tak percaya untuk langsung datang ke lokasi kejadian.
Sejumlah pihak mengkritik pernyataan Mahfud setelah Komnas HAM menyampaikan temuannya.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Muhammad Isnur meminta agar Mahfud memperbaiki pernyataannya.
Isnur menilai tidak sebaiknya Mahfud menyampaikan pendapat tanpa fakta.
“Pak Mahfud tak boleh seperti itu, tidak boleh menyatakan sesuatu tanpa fakta. Harusnya mendengarkan, menemukan, dan mendasarkan pada fakta-fakta,” ucap Isnur dihubungi Kompas.com, Jumat (25/2/2022).
Isnur mengatakan temuan Komnas HAM sama dengab apa yang ditemukan anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan YLBHI di Desa Wadas.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee Anandar meminta agar Mahfud meminta maaf atas pernyataannya itu.
“Mahfud MD harus meminta maaf atas pernyataannya dan mengambil langkah kongkrit penanganan kasus Wadas,” katanya.
Implementasinya, lanjut Rivan, Mahfud mesti menjamin tak ada lagi polisi yang mendatangi warga, dan menjamin penindakan pada personil kepolisian yang melakukan kekerasan dan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP).
Rivan juga mendesak agar pendekatan keamanan tidak lagi dilakukan pemerintah untuk mengatasi konflik di Wadas.
Mahfud tidak menarik pernyataan
Mahfud menyatakan tidak ada temuan Komnas HAM yang mengubah atau membatalkan pernyataannya bahwa tidak ada kekerasan seperti yang digambarkan di media sosial.
Ia memaparkan sejumlah informasi yang beredar di media sosial yaitu ada warga yang tertembak, dan dihajar ramai-ramai.
Kemudian, terdapat warga yang tak berani pulang ke rumahnya dan hanya berani menelepon dari persembunyian di hutan.
“Tapi tak mau menyebut di hutan mana dengan alasan takut ditangkap. Digambarkan pula ada yang masuk rumah sakit, ada mobil patroli membawa anjing pelacak, dan lain-lain,” terang Mahfud dikutip dari akun Instagramnya mohmafudmd.
Mahfud menunjukan bahwa temuan Komnas HAM juga menyatakan tidak ada letusan senjata, korban jiwa, dan warga yang dirawat di rumah sakit.
Namun, Mahfud mengatakan, pemerintah menerima rekomendasi Komnas HAM atas insiden tersebut dan berjanji akan menindaklanjuti.
“Misalnya agar dilakukan pemeriksaan dan penertiban ke dalam, kepada petugas yang melanggar SOP. Insyaallah, itu akan dilakukan setelah jelas subyek, obyek dan peristiwanya,” tutur dia.
Adu nasib warga Wadas
Perwakilan warga Desa Wadas yang menolak lingkungannya dijadikan tempat penambangan berkunjung ke Jakarta sejak Rabu (23/2/2022) sampai Jumat (25/2/2022).
Mereka mengadu nasib dengan mengunjungi berbagai lembaga negara mulai dari Kantor Staf Kepresidenan hingga Propam Polri.
Kuasa hukum warga dari LBH Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya menceritakan pertemuan warga dengan Deputi IV KSP.
Pada pertemuan itu Deputi IV KSP mempertanyakan apakah sikap penolakan warga Wadas pada penambangan merupakan harga mati?
Warga kekeh dengan pendiriannya untuk menolak penambangan batu andesit di wilayahnya berdasarkan tiga alasan.
Pertama, wilayah yang akan digunakan menjadi lokasi tambang adalah wilayah kelola rakyat yang menghasilkan.
“Berdasarkan catatan Walhi Yogyakarta bersama warga lahan itu menghasilkan pendapatan untuk warga mencapai Rp 8,5 miliar per tahun,” papar Julian.
Kedua, rencana pengadaan tanah di Desa Wadas untuk pembangunan Bendungan Bener sudah dimanipulasi karena menggunakan mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
“Padahal berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 pertambangan tidak termasuk proyek untuk kepentingan umum,” ungkap dia.
Terakhir alasan warga menolak penambangan karena tidak ada Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk tambang batu andesit di Desa Wadas.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/26/07250471/saat-mahfud-didesak-minta-maaf-dan-janji-tindak-lanjuti-rekomendasi-komnas