Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anis Matta dan Fahri Hamzah Gugat Keserentakan Pemilu ke MK

Kompas.com - 25/02/2022, 10:03 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta bersama Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik dan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah mengajukan uji materi Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan itu tercatat di situs resmi MK pada Kamis (24/2/2022) dengan nomor 27/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022.

Adapun Pasal 167 Ayat (3) UU Pemilu menyatakan bahwa pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.

Kemudian, Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu mengatakan, pemungutan surara pemilu diselenggarakan secara serentak.

Baca juga: Perludem: Tanpa Revisi UU Pemilu, Tren Peradilan Politik Akan Menguat

Menurut Anis Matta, Mahfuz Sidik, dan Fahri Hamzah, ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945.

Dalam permohonannya, mereka menyatakan, hak mereka untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden baik secara sendiri maupun gabungan dengan partai politik lainnya sesuai Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal 12 huruf d dan i UU Partai Politik Nomor 2 Tahun 2011 akan hilang karena berlakunya Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) juncto Pasal 222 UU Pemilu.

Sebab, Pasal 222 UU Pemilu menyatakan, hanya parpol atau gabungan parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya yang dapat mengajukan capres/cawapres.

"Perolehan suara nasional pada pemilu anggota DPR terakhir yang dimaknai dari hasil pemilihan umum DPR tahun 2019. Karena itu, meskipun pemohon pada saat tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden nanti telah dinyatakan sebagai partai politik peserta Pemilu 2024, tapi tidak dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden jika pemilu tetap dilaksanakan secara serentak," demikian bunyi salah satu argumentasi dalam permohonan, dikutip Kompas.com, Jumat (25/2/2022).

Berdasarkan data yang pemohon kutip dari infografis Komisi Pemilihan Umum (KPU), suara tidak sah di Pemilu Serentak 2019 yaitu 2,38 persen untuk pemilu presiden dan wakil presiden; 19,02 persen untuk pemilu DPD; dan 11,12 persen untuk pemilu DPR.

Karena itu, menurut pemohon, pelaksanaan pemilu serentak tidak membuat pemilih melaksanakan hak pilihnya secara cerdas, tapi membuat banyak pemilih bingung sehingga menyebabkan surat suara tidak sah akibat salah coblos.

Pemohon juga berargumentasi, Pemilu Serentak 2019 justru memperlemah posisi dan peran parlemen dalam sistem presidensial. Prinsip check and balances tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Kemudian, pemilu serentak menyebabkan pemilih lebih fokus pada pemilihan presiden dan wakil presiden daripada pemilihan legislatif.

Baca juga: Ketua MK: UU Pemilu hingga UU KPK Paling Sering Diuji di Tahun 2021

Selain itu, pemilu serentak yang bertujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian di legislatif ternyata tidak terwujud.

Karena itu, Anis Matta, Mahfuz Sidik, dan Fahri Hamzah meminta mahkamah menyatakan Pasal 167 Ayat (3) sepanjang frasa "secara serentak" dan Pasal 347 (Ayat (1) UU Pemilu 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Mereka juga meminta mahkamah menyatakan pemilu DPR, DPD, dan DPRD diselenggarakan sebelum pemilu presiden dan wakil presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com