Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagi, Dewas KPK Proses Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli...

Kompas.com - 10/02/2022, 06:20 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan pelanggaran etik kembali dilakukan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Kali ini, Dewan Pengawas (Dewas) KPK tengah memproses laporan terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ihwal penyebaran berita bohong.

Sebelumnya, Dewas pernah menyatakan Lili melakukan pelanggaran etik lantaran berkomunikasi dengan pihak yang tengah berperkara di Lembaga Antirasuah, yakni eks Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.

Dalam putusan yang dibacakan pada tahun lalu itu, Dewas menghukum Lili dengan memotong gaji pokoknya 40 persen selama 12 bulan. 

Penyebaran berita Bohong

Dalam perkara terbaru, Lili dilaporkan oleh empat eks pegawai KPK yakni Rieswin Rachwell, Benydictus Siumlala Martin Sumarno, Ita Khoiriyah dan Tri Artining Putri.

Mereka menduga Lili telah melakukan pembohongan publik saat melakukan konferensi pers pada 30 April 2021. Pada saat itu, Lili menyangkal telah berkomunikasi dengan M Syahrial.

Kini, laporan yang telah dibuat sejak 20 September 2021 itu diproses Dewas melalui klarifikasi sejumlah pihak.

"Pengaduan etik baru terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar) dalam proses di Dewas," ujar Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, melalui keterangan tertulis, Rabu (9/2/2022).

Baca juga: Didesak Panggil Lili Pintauli Terkait Dugaan Pembohongan Publik, Ini Kata Dewas KPK

Sejauh ini, tiga mantan pegawai KPK yang juga anggota IM57+ Institute, organisasi yang mewadahi para mantan pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan beberapa waktu lalu, telah diperiksa.

Ketiganya yakni Benydictus Siumlala, Ita Khoiriyah, dan Rizka Anungnata.

"Pelaporan dugaan atas kebohongan publik bermula dari Lili yang melakukan konferensi pers membantah keterkaitan dirinya berkomunikasi dengan pihak berperkara mantan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial," ujar Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha melalui keterangan tertulis, Jumat (4/2/2022).

Praswad menyampaikan, berdasarkan putusan etik Dewas KPK, Lili terbukti secara sah dan meyakinkan telah berkomunikasi dengan pihak berperkara tersebut.

Hal ini, ujar dia, yang kemudain melandasi pelaporan dugaan adanya pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK itu dalam menyebarkan informasi bohong kepada publik.

"Mengingat kejujuran adalah nilai integritas yang dijunjung KPK selama ini, sudah seharusnya Dewas menindaklanjuti laporan dan memberi sanksi tegas," papar Praswad.

Baca juga: ICW Desak Dewas KPK Panggil Lili Pintauli Terkait Penyebaran Berita Bohong

Diminta tak samakan dengan laporan sebelumnya

IM57+ Institute pun meminta Dewas untuk memberi sanksi seadil-adilnya atas tindakan yang telah dilakukan pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

"Kami berharap Dewas KPK tidak menjadikan putusan perkara sebelumnya, sebagai alasan untuk tidak menindak lanjuti laporan dugaan kebohongan publik," ucap Praswad.

Praswad berpendapat, sebagai otoritas tertinggi dan gerbang utama dalam menjaga integritas KPK, Dewas sudah seharusnya tegas dan zero tolerance dalam menangani pelanggaran-pelanggaran etik. Apalagi, berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan KPK.

"Kewajiban dari Dewas untuk memeriksa setiap pelanggaran etik, pencarian bukti dan menuntaskannya," kata Praswad.

"Dewas dibentuk dengan berbagai sumber daya untuk menjalankan fungsi yang telah ditetapkan tanpa harus membebankan pembuktian kepada pihak lain," tutur dia.

Didesak Panggil Lili

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewas KPK segera memanggil Lili untuk diperiksa.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpendapat, Lili secara terang benderang telah membantah komunikasinya dengan M Syahrial.

Baca juga: Dewas KPK Klarifikasi 3 Anggota IM57+ Terkait Dugaan Pembohongan Publik Lili Pintauli

Padahal, ujar dia, tidak lama kemudian Dewas KPK menyatakan Lili terbukti secara sah dan meyakinkan menjalin komunikasi dengan M Syahrial terkait perkara yang sedang ditangani oleh KPK.

"Penting untuk kami tekankan, penyebaran berita bohong itu berbeda dengan pelanggaran etik yang sebelumnya diperiksa oleh Dewan Pengawas," kata Kurnia kepada Kompas.com, Rabu.

ICW menilai, Dewan Pengawas baru memeriksa Lili dalam kaitannya menjalin komunikasi dengan pihak yang sedang berperkara, bukan tentang penyebaran berita bohong.

"Maka dari itu, ICW berharap Dewan Pengawas bersikap objektif dan tidak melindungi Lili," tutur Kurnia.

Dalam dugaan ini, ICW menilai, ada sejumlah pasal yang telah dilanggar Lili.

Pertama, Lili diduga melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf a Peraturan Dewan Pengawas (Perdewas) Nomor 2 tahun 2020 yang secara spesifik memerintahkan Insan KPK untuk bertindak jujur dalam pelaksanaan tugas.

Kedua, ujar Kurnia, Lili telah Pasal 5 Ayat (2) huruf b Perdewas 2/2020 terkait larangan bagi Insan KPK menyebarkan berita bohong.

Baca juga: Dewas KPK Sebut Ada Laporan Baru Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli

"Jika kemudian laporan eks Pegawai KPK ke Dewan Pengawas terbukti, ICW meminta agar Dewan Pengawas segera merekomendasikan kepada Lili untuk menanggalkan jabatannya sebagai Komisioner KPK," ucap Kurnia.

Kompas.com telah mencoba menghubungi Lili untuk meminta tanggapan terkait pengusutan dugaan pelanggaran etik terhadapnya. Namun hingga kini nomor ponsel yang digunakan Lili tidak aktif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com