Salin Artikel

Lagi, Dewas KPK Proses Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli...

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan pelanggaran etik kembali dilakukan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Kali ini, Dewan Pengawas (Dewas) KPK tengah memproses laporan terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ihwal penyebaran berita bohong.

Sebelumnya, Dewas pernah menyatakan Lili melakukan pelanggaran etik lantaran berkomunikasi dengan pihak yang tengah berperkara di Lembaga Antirasuah, yakni eks Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.

Dalam putusan yang dibacakan pada tahun lalu itu, Dewas menghukum Lili dengan memotong gaji pokoknya 40 persen selama 12 bulan. 

Penyebaran berita Bohong

Dalam perkara terbaru, Lili dilaporkan oleh empat eks pegawai KPK yakni Rieswin Rachwell, Benydictus Siumlala Martin Sumarno, Ita Khoiriyah dan Tri Artining Putri.

Mereka menduga Lili telah melakukan pembohongan publik saat melakukan konferensi pers pada 30 April 2021. Pada saat itu, Lili menyangkal telah berkomunikasi dengan M Syahrial.

Kini, laporan yang telah dibuat sejak 20 September 2021 itu diproses Dewas melalui klarifikasi sejumlah pihak.

"Pengaduan etik baru terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar) dalam proses di Dewas," ujar Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, melalui keterangan tertulis, Rabu (9/2/2022).

Sejauh ini, tiga mantan pegawai KPK yang juga anggota IM57+ Institute, organisasi yang mewadahi para mantan pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan beberapa waktu lalu, telah diperiksa.

Ketiganya yakni Benydictus Siumlala, Ita Khoiriyah, dan Rizka Anungnata.

"Pelaporan dugaan atas kebohongan publik bermula dari Lili yang melakukan konferensi pers membantah keterkaitan dirinya berkomunikasi dengan pihak berperkara mantan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial," ujar Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha melalui keterangan tertulis, Jumat (4/2/2022).

Praswad menyampaikan, berdasarkan putusan etik Dewas KPK, Lili terbukti secara sah dan meyakinkan telah berkomunikasi dengan pihak berperkara tersebut.

Hal ini, ujar dia, yang kemudain melandasi pelaporan dugaan adanya pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK itu dalam menyebarkan informasi bohong kepada publik.

"Mengingat kejujuran adalah nilai integritas yang dijunjung KPK selama ini, sudah seharusnya Dewas menindaklanjuti laporan dan memberi sanksi tegas," papar Praswad.

Diminta tak samakan dengan laporan sebelumnya

IM57+ Institute pun meminta Dewas untuk memberi sanksi seadil-adilnya atas tindakan yang telah dilakukan pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

"Kami berharap Dewas KPK tidak menjadikan putusan perkara sebelumnya, sebagai alasan untuk tidak menindak lanjuti laporan dugaan kebohongan publik," ucap Praswad.

Praswad berpendapat, sebagai otoritas tertinggi dan gerbang utama dalam menjaga integritas KPK, Dewas sudah seharusnya tegas dan zero tolerance dalam menangani pelanggaran-pelanggaran etik. Apalagi, berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan KPK.

"Kewajiban dari Dewas untuk memeriksa setiap pelanggaran etik, pencarian bukti dan menuntaskannya," kata Praswad.

"Dewas dibentuk dengan berbagai sumber daya untuk menjalankan fungsi yang telah ditetapkan tanpa harus membebankan pembuktian kepada pihak lain," tutur dia.

Didesak Panggil Lili

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewas KPK segera memanggil Lili untuk diperiksa.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpendapat, Lili secara terang benderang telah membantah komunikasinya dengan M Syahrial.

Padahal, ujar dia, tidak lama kemudian Dewas KPK menyatakan Lili terbukti secara sah dan meyakinkan menjalin komunikasi dengan M Syahrial terkait perkara yang sedang ditangani oleh KPK.

"Penting untuk kami tekankan, penyebaran berita bohong itu berbeda dengan pelanggaran etik yang sebelumnya diperiksa oleh Dewan Pengawas," kata Kurnia kepada Kompas.com, Rabu.

ICW menilai, Dewan Pengawas baru memeriksa Lili dalam kaitannya menjalin komunikasi dengan pihak yang sedang berperkara, bukan tentang penyebaran berita bohong.

"Maka dari itu, ICW berharap Dewan Pengawas bersikap objektif dan tidak melindungi Lili," tutur Kurnia.

Dalam dugaan ini, ICW menilai, ada sejumlah pasal yang telah dilanggar Lili.

Pertama, Lili diduga melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf a Peraturan Dewan Pengawas (Perdewas) Nomor 2 tahun 2020 yang secara spesifik memerintahkan Insan KPK untuk bertindak jujur dalam pelaksanaan tugas.

Kedua, ujar Kurnia, Lili telah Pasal 5 Ayat (2) huruf b Perdewas 2/2020 terkait larangan bagi Insan KPK menyebarkan berita bohong.

"Jika kemudian laporan eks Pegawai KPK ke Dewan Pengawas terbukti, ICW meminta agar Dewan Pengawas segera merekomendasikan kepada Lili untuk menanggalkan jabatannya sebagai Komisioner KPK," ucap Kurnia.

Kompas.com telah mencoba menghubungi Lili untuk meminta tanggapan terkait pengusutan dugaan pelanggaran etik terhadapnya. Namun hingga kini nomor ponsel yang digunakan Lili tidak aktif.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/10/06201251/lagi-dewas-kpk-proses-laporan-dugaan-pelanggaran-etik-lili-pintauli

Terkini Lainnya

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke