Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Mulai Sidang Gugatan "Presidential Threshold" Partai Ummat

Kompas.com - 09/02/2022, 20:11 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menyelenggarakan sidang perdana gugatan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen yang diajukan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Ummat, Rabu (9/2/2022).

Ketentuan presidential threhsold itu diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Pada sidang perdana ini, pemohon diwakili para kuasa hukum, antara lain, Refly Harun dan M Raziv Barokah. Mereka menyampaikan gugatan secara lisan.

Adapun dokumen gugatan tercatat diajukan pada 7 Januari 2022 dengan Nomor 4/PUU/PAN.MK/AP3/01/2022.

Baca juga: Gerindra Janji Akan Terima Keputusan MK tentang Presidential Threshold 20 Persen

Raziv mengatakan, presidential threshold 20 persen telah menghilangkan hak konstitusional pemohon sebagai partai politik kecil untuk mengusulkan calon presiden.

Menurut Raziv, ketentuan tersebut mendiskriminasi partai politik kecil, sehingga bertentangan dengan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945.

Selain itu, Raziv menuturkan, ketentuan presidential threshold melanggar prinsip keadilan pemilu atau electoral justice dan bertentangan dengan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945.

"Karena dengan adanya 20 persen presidential threshold, sehingga partai-partai politik tidak lagi sejajar kedudukannya di mana konstitusi seharusnya memberikan hak yang sama, asalkan partai politik berhasil menjadi peserta pemilu," kata Raziv.

"Namun, dengan tambahan frasa '20 persen', posisi partai politik menjadi tidak sejajar antara partai politik yang meraih suara banyak dengan partai politik yang rendah, bahkan dengan partai politik yang baru akan jadi peserta pemilu pada pemilu berikutnya," lanjutnya.

Beberapa hal lain yang disampaikan Raziv dalam persidangan yaitu, presidential threshold menjadi senjata partai politik besar untuk menghilangkan pesaing dan bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945.

Kemudian, presidential threshold menghilangkan partisipasi publik, mengakomodasi kepentingan elite politik, dan bertentangan dengan Pasal 28J Ayat (1) UUD 1945.

Baca juga: Penghapusan Presidential Threshold Dinilai Bisa Redam Polarisasi

Beriktunya, presidential threshold menciptakan polarisasi masyarakat dan dan bertentangan dengan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945.

Kuasa hukum pun meminta majelis hakim menyatakan Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Majelis hakim MK yang diketuai Aswanto memberikan sejumlah saran dan masukan untuk perbaikan permohonan.

Aswanto memberikan waktu paling lambat 14 hari sejak persidangan jika pemohon mau mengajukan perbaikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com