JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Ummat secara resmi turut mengajukan gugatan terhadap ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen ke Mahkamah Konstitusi.
Gugatan itu dilayangkan oleh Ketua Umum Ridho Rahmadi dan Sekretaris Jenderal A Muhajir. Gugatan tercatat di laman MK dengan Nomor 4/PUU/PAN.MK/AP3/01/2022 tanggal 7 Januari 2022.
Dalam surat permohonannya, Ridho dan Muhajir meminta agar ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 itu dihapus.
“Memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum permohonan tersebut, dikutip Kompas.com, Senin (10/1/2022).
Baca juga: Partai Gelora Bakal Gugat Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen ke MK
Sejumlah argumen yang dipaparkan Ridho dan Muhajir dalam permohonannya, antara lain, ambang batas pencalonan presiden dinilai bukan merupakan open legal legacy dan bertentangan dengan Pasal 6 Ayat (2) dan Pasal 6A Ayat (5) UUD 1945.
Kemudian, ambang batas pencalonan presiden dianggap menghilangkan hak konstitusional pemohon untuk mengusulkan calon presiden, mendiskriminasi partai politik kecil, dan bertentangan dengan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945.
"Dengan berlakunya presidential threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara berdasarkan hasil pemilihan umum sebelumnya, in casu Pemilu 2019, telah mengakibatkan pemohon dan partai politik baru lainnya akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikarenakan pemohon belum menjadi peserta pemilu sebelumnya, sehingga belum memiliki suara atau kursi dari hasil Pemilu 2019," demikian kata Ridho dan Muhajir dalam permohonan itu.
Baca juga: Angka Keramat Presidential Threshold 20 Persen Kembali Digugat
Kemudian, presidential threshold juga dianggap melanggar prinsip keadilan pemilu atau electoral justice dan bertentangan dengan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945.
Selain itu, presidential threshold dinilai menutup partisipasi publik, mengakomodasi kepentingan elite politik, serta menciptakan polarisasi masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.