JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (24/1/2022).
Azis merupakan terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap pengurusan perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan Stepanus Robin Pattuju yang merupakan eks penyidik lembaga antirasuah itu, dan seorang pengacara, Maskur Husain.
Jaksa menuntut Azis agar dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun dan 2 bulan. Ia juga dituntut pidana denda senilai Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa juga meminta kepada majelis hakim agar hak politik Azis dicabut selama lima tahun terhitung setelah dia selesai menjalani pidana pokoknya.
Baca juga: ICW Sebut Azis Syamsuddin Mestinya Dituntut Lebih Berat
Jaksa menilai, Azis yang merupakan kader Partai Golkar terbukti memberi suap kepada Robin dan Maskur senilai total Rp 3,6 miliar. Menurut jaksa, suap diberikan Azis bersama kader Partai Golkar yang lain bernama Aliza Gunado.
Tujuannya agar tidak terseret kasus dugaan korupsi pengadaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran (T.A) 2017.
Dua organisasi masyarakat sipil, yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mempertanyakan alasan jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengajukan tuntutan yang dinilai terlalu ringan itu.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mempertanyakan, mengapa jaksa tidak memberikan tuntutan maksimal pada Azis. Sebab ancaman pidana maksimal dalam pasal yang didakwakan pada Azis yaitu Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diperbarui dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 adalah pidana penjara selama 5 tahun.
“Ya mestinya 5 tahun sekalian, ngapain cuma 4 tahun 2 bulan?” ujar Boyamin.
Dalam pandangan dia, Azis layak diberi tuntutan maksimal karena pernah menjadi pejabat publik yaitu wakil ketua DPR.
Kemudian, lanjut Boyamin, Azis pernah menjadi anggota DPR yang mengurus persoal hukum, tepatnya pada Komisi III.
Senada dengan itu, peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan tuntutan jaksa terlalu ringan. Tuntutan itu, kata Kurnia, menunjukan KPK tak mau memberi efek jera pada politikus yang terlibat perkara korupsi.
Baca juga: Sayangkan Azis Syamsuddin Dituntut 4 Tahun 2 Bulan, MAKI: Kenapa Tak Sekalian 5 Tahun?
“Bagi ICW, tuntutan ini semakin menguatkan dugaan bahwa KPK memang enggan memberikan efek jera maksimal kepada pelaku korupsi yang mempunyai irisan dengan wilayah politik,” kata dia.
Kurnia mengungkapkan, pemberian tuntutan pada terdakwa tidak hanya menjadi tanggung jawab JPU KPK. Namun ada proses kesepakatan antara jaksa dengan pimpinan KPK.
“Tentu ini bukan kesalahan dari penuntut umum. Sebab perumusan tuntutan di KPK tidak diputuskan sepihak, melainkan berkoordinasi dan menunggu dari pimpinan KPK,” ucap dia.