Salin Artikel

Tuntutan terhadap Azis Syamsuddin Dinilai Terlalu Ringan dan Tak Berikan Efek Jera

Azis merupakan terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap pengurusan perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan Stepanus Robin Pattuju yang merupakan eks penyidik lembaga antirasuah itu, dan seorang pengacara, Maskur Husain.

Jaksa menuntut Azis agar dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun dan 2 bulan. Ia juga dituntut pidana denda senilai Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa juga meminta kepada majelis hakim agar hak politik Azis dicabut selama lima tahun terhitung setelah dia selesai menjalani pidana pokoknya.

Jaksa menilai, Azis yang merupakan kader Partai Golkar terbukti memberi suap kepada Robin dan Maskur senilai total Rp 3,6 miliar. Menurut jaksa, suap diberikan Azis bersama kader Partai Golkar yang lain bernama Aliza Gunado.

Tujuannya agar tidak terseret kasus dugaan korupsi pengadaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran (T.A) 2017.

Tidak maksimal

Dua organisasi masyarakat sipil, yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mempertanyakan alasan jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengajukan tuntutan yang dinilai terlalu ringan itu.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mempertanyakan, mengapa jaksa tidak memberikan tuntutan maksimal pada Azis. Sebab ancaman pidana maksimal dalam pasal yang didakwakan pada Azis yaitu Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diperbarui dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 adalah pidana penjara selama 5 tahun.

“Ya mestinya 5 tahun sekalian, ngapain cuma 4 tahun 2 bulan?” ujar Boyamin.

Dalam pandangan dia, Azis layak diberi tuntutan maksimal karena pernah menjadi pejabat publik yaitu wakil ketua DPR.

Kemudian, lanjut Boyamin, Azis pernah menjadi anggota DPR yang mengurus persoal hukum, tepatnya pada Komisi III.

Senada dengan itu, peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan tuntutan jaksa terlalu ringan. Tuntutan itu, kata Kurnia, menunjukan KPK tak mau memberi efek jera pada politikus yang terlibat perkara korupsi.

“Bagi ICW, tuntutan ini semakin menguatkan dugaan bahwa KPK memang enggan memberikan efek jera maksimal kepada pelaku korupsi yang mempunyai irisan dengan wilayah politik,” kata dia.

Pertanyakan sikap pimpinan KPK

Kurnia mengungkapkan, pemberian tuntutan pada terdakwa tidak hanya menjadi tanggung jawab JPU KPK. Namun ada proses kesepakatan antara jaksa dengan pimpinan KPK.

“Tentu ini bukan kesalahan dari penuntut umum. Sebab perumusan tuntutan di KPK tidak diputuskan sepihak, melainkan berkoordinasi dan menunggu dari pimpinan KPK,” ucap dia.

“Kami menyimpulkan pimpinan KPK yang patut untuk dipertanyakan mengapa Azis hanya dituntut 4 tahun 2 bulan penjara. Bagi ICW ia sangat layak dan pantas dituntut maksimal 5 tahun penjara,” papar Kurnia.

Kurnia menyampaikan, pemberian tuntutan yang ringan terhadap politisi terduga pelaku korupsi bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, sambung Kurnia, tuntutan ringan diberikan JPU KPK kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.

Edhy dituntut pidana penjara lima tahun, dan divonis sesuai dengan tuntutannya. Namun di tingkat banding majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis itu menjadi 9 tahun penjara.

Edhy dinilai terbukti bersalah menerima suap terkait ekspor benih benur lobster (BBL).

Sementara Juliari dituntut pidana penjara 11 tahun penjara dan divonis lebih berat oleh majelis hakim Tipikor Jakarta dengan pidana penjara 12 tahun penjara. Juliari dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket bantuan sosial (bansos) Covid-19 di wilayah Jabodetabek.

Edhy merupakan politisi Partai Gerindra dan Juliari adalah kader PDI-P.

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/25/07492751/tuntutan-terhadap-azis-syamsuddin-dinilai-terlalu-ringan-dan-tak-berikan

Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke