JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam persidangan kita kerap mendengar kata banding diucapkan oleh terdakwa atau jaksa penuntut umum dalam sebuah perkara.
Biasanya kata banding disebutkan setelah majelis hakim menjatuhkan vonis pada terdakwa.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, banding merupakan bagian dari upaya hukum terdakwa.
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan.
Baca juga: KPK Ajukan Banding atas Vonis 4 Tahun Penjara RJ Lino
Sementara itu, jika berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), banding mempunyai arti pertimbangan pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan oleh pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan terdakwa atau jaksa.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 disebutkan, bahwa upaya hukum juga termasuk pengajuan kasasi dan peninjauan kembali (PK).
Banding bisa diajukan oleh terdakwa secara pribadi atau melalui kuasa hukumnya.
Menurut Pasal 223 Ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 1981, pengajuan banding bisa diterima tujuh hari setelah vonis atau putusan sidang dilakukan.
Jika dalam kurun waktu tersebut terdakwa tidak mengajukan banding, dianggap telah menerima putusan.
Setelah seorang terdakwa mengajukan banding, panitera persidangan di pengadilan tingkat pertama harus segera melakukan pencatatan dan memberitahukan pengajuan banding terdakwa pada pengadilan tinggi.
Baca juga: Pansus RUU Ibu Kota Negara Studi Banding ke Kazakhstan Bersama Bappenas
Setelah terdakwa melakukan banding, proses pengurusan perkaranya berpindah dari pengadilan tingkat pertama ke pengadilan tinggi.
Pengadilan tinggi harus segera memproses dan mengumumkan keputusan banding dalam tenggat waktu 14 hari.
Keputusan untuk menerima atau menolak banding merupakan kewajiban pengadilan tinggi.
Selain itu dalam Pasal 240 UU Nomor 8 Tahun 1981, Pengadilan tinggi juga diberi kewenangan untuk menilai putusan pengadilan di tingkat pertama.
Jika Pengadilan tinggi menemukan adanya kelalaian atau kekeliruan dalam penerapan hukum acara, maka PT punya wewenang untuk memerintahkan pengadilan tingkat pertama atau pengadilan negeri untuk melakukan perbaikan.
Di sisi lain, pengadilan tinggi juga diberi kewenangan melalui sebuah putusan untuk melakukan perbaikan itu sendiri.
Baca juga: DPR-Bappenas Studi Banding Ibu Kota Baru ke Kazahkstan, Imbauan Jokowi Diabaikan?
Perbaikan itu bisa dilakukan dengan membatalkan atau mengubah putusan pengadilan tingkat pertama.
Jika pengadilan tinggi dalam pemeriksaan tingkat banding terdakwa yang dipidana ada dalam tahanan maka pengadilan tinggi dalam putusannya bisa memerintahkan supaya terdakwa perlu tetap ditahan atau justru dibebaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.