JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani khawatir revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) justru melemahkan sistem meritokrasi di lembaga pemerintahan.
Menurut dia, berbagai usulan terkait revisi UU tersebut juga berisiko membuka celah jual beli jabatan.
Hal itu karena adanya usulan pengangkatan tenaga honorer tanpa tes hingga penghapusan Komisi ASN (KASN) melalui rencana revisi UU tersebut.
"Upaya untuk melakukan revisi terhadap UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang berpotensi melemahkan secara fundamental implementasi sistem merit, serta dikhawatirkan membuka celah terjadinya intervensi politik dan jual beli jabatan," kata Jaleswari melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (28/9/2021)
Baca juga: Wapres Ingatkan Revisi UU ASN Jangan Sampai Lemahkan Reformasi Birokrasi
Pengangkatan tenaga honorer tanpa tes, kata Jaleswari, akan menimbulan beban fiskal yang sangat besar dan tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Hal itu juga dinilai tak selaras dengan upaya reformasi birokrasi yang digencarkan pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak awal.
Oleh karena itu, menurut dia, usulan penghapusan KASN hingga pengangkatan tenaga honorer tanpa tes harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan harus dilakukan melalui kajian serta evaluasi mendalam.
"Semua tantangan ini harus diantisipasi karena akan berdampak buruk bagi capaian reformasi birokrasi yang sudah berada dalam jalur yang tepat saat ini, sehingga UU ASN harus dijalankan secara konsisten," ucap Jaleswari.
Jaleswari mengatakan bahwa di dalam visi Presiden Jokowi, agenda reformasi birokrasi merupakan salah satu prioritas utama untuk menunjang pembangunan.
Sekalipun dalam situasi pandemi, seluruh jajaran pemerintah tidak boleh lengah dalam segala hal, termasuk menjaga kinerja birokrasi agar semakin baik.
Baca juga: DPR Perpanjang Pembahasan Revisi UU ASN dan Revisi UU Landas Kontinen Indonesia
Berdasarkan skor indeks efektivitas pemerintah (government effectiveness index) yang dirilis Bank Dunia pada 28 September 2021, menurut Jaleswari, skor Indonesia meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 60.1 menjadi 65.3 dalam skala 100.
Angka ini adalah yang terbaik ke-4 di ASEAN dengan kenaikan peringkat dari urutan 84 menjadi 73.
Skor dan peringkat ini mengungguli sejumlah negara seperti Rusia, Brazil, Turki, Meksiko, Filipina, dan Thailand.
Oleh karena itu, Jaleswari mengatakan, capaian baik itu mestinya dijaga secara bersama-sama dan konsisten oleh semua pihak, termasuk kaitannya dengan rencana revisi UU ASN.
"Capaian ini hasil kerja keras banyak pihak yang sebaiknya jangan ada semangat surut sedikit pun, apalagi jika ada kepentingan politik praktis jangka pendek yang berpotensi membuat langkah mundur reformasi birokrasi yang sudah on the right track ini," kata dia.
Revisi UU ASN saat ini telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Baca juga: Peneliti LIPI Ingatkan Peran KASN Perlu Diperkuat dalam Pembahasan Revisi UU ASN
Sejumlah usulan mencuat menyusul rencana tersebut, salah satunya usul pembubaran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Usulan itu disampaikan oleh Komisi II DPR.
Usulan lain dalam Revisi UU ASN yang menjadi sorotan adalah pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai sipil negeri (PNS).
Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal mengusulkan agar tenaga honorer dapat diangkat menjadi PNS atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) melalui seleksi administrasi, berupa verifikasi dan validasi data surat keputusan pengangkatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.