TAHUN ini Indonesia memeringati hari ulang tahun kemerdekaan ke-76. Peringatan hari kemerdekaan ini teah dua kali dilakukan dalam situasi pandemi Covid-19.
Bedanya, di awal Agustus tahun ini warga Indonesia yang meninggal akibat Covid-19 telah di angka 100 ribu lebih. Sedangkan setahun lalu, tepat pada 17 Agustus 2020, warga Indonesia yang meninggal akibat Covid-19 sebanyak 6.207 orang.
Tahun lalu, harapan merdeka dari pandemi Covid-19 juga telah dirapalkan. Meski dalam kenyatannya, kemerdekaan dari pandemi itu tak kunjung tiba.
Alih-alih Indonesia keluar dari krisis kesehatan, pada Juni-Juli lalu justru paparan Covid-19 berada di posisi puncaknya. Bahkan, dalam beberapa hari, Indonesia menyumbang angka kematian tertinggi di dunia.
Situasi krusial ini tentu tidak terlepas dari pilihan kebijakan hukum yang dipilih oleh pemerintah dalam penanganan Covid-19. Kebijakan hukum pemerintah di masa pandemi sejak Maret 2020 lalu menjadi penentu dalam pengendalian dan penanganan Covid-19 di Indonesia.
Selama 1,5 tahun terakhir ini, kebijakan hukum pemerintah yang diterbitkan mengalami pasang surut. Kadang mengetat, kadang pula mengendur.
Dinamika kebijakan tersebut refleksi dari pilihan pemerintah antara penyelesaian pandemi atau penyelamatan ekonomi. Walhasil, kebijakan hukum yang up and down itu membuahkan penanganan Covid-19 di Indonesia yang cenderung tidak fokus dan terarah.
Simak saja berbagai kebijakan penanganan Covid-19 tersebut. Mulai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) (Maret-Mei 2020), PSBB Transisi (Juni-Agusus 2020), PSBB Ketat (September-Oktober 2020), dan PSBB Transisi (November-Desember 2020). Di fase ini, pemerintah mendasar pada PP No 21 Tahun 2020 tentang PSBB.
Fase berikutnya, pemerintah tak lagi menggunakan payung hukum PP No 21 Tahun 2020, namun menggantinya dengan beleidregels melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) dengan sejumlah perubahan.
Fase ini menggunakan nomenklatur Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat/PPKM (Januari-Februari 2021), PPKM Mikro (Februari-Juni 2021), PPKM Darurat (3 Juli-20 Juli 2021), PPKM Level 3-4 (21 Juli – 16 Agustus 2021).
Kegamangan pilihan kebijakan hukum pemerintah dalam penanganan Covid-19 teridentifikasi secara konsisten sejak awal pandemi ditemukan di Indonesia.
Kegamangan itu dapat dilihat mulai dari disharmoni antarkebijakan, tidak sinkronnya kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat hingga pengawasan kebijakan di lapangan. Efeknya, penanganan pandemi Covid-19 tampak tidak efektif.
Berbagai kebijakan hukum yang dituangkan melalui peraturan (regeling) maupun keputusan (beschikking) pemerintah dalam penanganan Covid-19 yang dimulai sejak Maret 2021 hingga Agustus 2021 ini menunjukkan ikonsistensi kebijakan. Padahal, dalam penanganan Covid-19 ini dibutuhkan konsistensi kebijakan yang terarah dan terukur.
Sejumlah kontradiksi yang muncul dalam politik hukum penanganan Covid-19 ini dapat dirunut sejak awal pandemi ini mengemuka.
Seperti saat awal pandemi, kebijakan yang dituangkan melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah yang di antaranya kebijakan larangan ojek online mengangkut orang.