Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/08/2021, 20:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi menjelaskan, penyebab data kematian akibat Covid-19 tak dimasukkan dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Jodi mengatakan, data kematian akibat Covid-19 tidak dihapus. Namun, tidak digunakan untuk sementara waktu karena adanya tumpukan data yang harus dirapikan.

"Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian," kata Jodi dalam keterangan tertulis, Rabu (11/8/2021).

Baca juga: Angka Kematian Covid-19 Tak Lagi Jadi Indikator Penentuan Level PPKM

Jodi mengatakan, pemerintah menemukan banyak angka kematian yang ditumpuk, atau dicicil pelaporannya sehingga data menjadi bias.

Hal tersebut, kata dia, menyebabkan penilaian menjadi kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah.

"Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah," ujarnya.

Jodi menambahkan, data yang tak aktual tersebut juga terjadi karena banyak kasus aktif yang tidak ter-update lebih dari 21 hari.

"Banyak kasus sembuh dan angka kematian akhirnya yang belum terupdate," ucapnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Jodi mengatakan, pemerintah melakukan perbaikan untuk memastikan data yang akurat.

Baca juga: Alasan Pemerintah Hapus Kematian dari Indikator Penentuan Level PPKM

Ia menjelaskan, sembari menunggu proses perbaikan, pemerintah menggunakan lima indikator lain untuk asesmen, yakni seperti BOR (tingkat pemanfaatan tempat tidur), kasus konfirmasi, perawatan di RS, pelacakan (tracing), pengetesan (testing), dan kondisi sosio ekonomi masyarakat.

"Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti  akan diinclude (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi," pungkasnya.

Sebelumnya, langkah pemerintah yang tak lagi menggunakan data kematian akibat Covid-19 dalam menetapkan wilayah PPKM Level 1-4 menuai kritik dari berbagai pihak.

Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, indikator itu tidak seharusnya dihilangkan dalam penetapan status wilayah PPKM.

Sebab, kematian merupakan indikator akhir dalam melihat keparahanan pandemi di suatu daerah.

"Angka kematian adalah indikator valid untuk melihat derajat keparahan situasi wabah, kalau kematiannya banyak ya parah banget," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/8/2021).

Menurut dia, untuk melihat tingkat keparahan suatu pandemi, ada sejumlah hal yang harus diperhatiakan yaitu kasus harian, positivity rate dan angka reproduksi Covid-19 pada indikator awalnya

Selanjutnya, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR dan angka kematian untuk indikator akhirnya.

"Untuk menilai performa pengendalian Covid-19 baik, terkendali, atau tidak, itu dari positivity rate dan indikator akhir yaitu angka kematian. Nah dua ini wajib ada, kalau tidak ada, ya kita kehilangan. Ibarat mobil kehilangan spion," ujarnya.

Baca juga: Epidemiolog: Angka Kematian Seharusnya Jadi Indikator Melihat Keparahan Pandemi Covid-19 di Suatu Daerah

Oleh karenanya, menurut Dicky, penumpukan data angka kematian mestinya tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak menggunakannya sebagai indikator.

Sebab, kata dia, kasus harian Covid-19 sebenarnya juga bertumpuk dan tidak real time.

"Alasannya karena sengkarut data ya tidak bisa ya, karena bicara angka kasus harian saja itu sengkarutnya banyak, baik dari sisi tes itu tidak real time (tapi) tetap ada, tes itu kan bukan yang hari itu, tapi beberapa hari," ucap Dicky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Kontras Kecam Semua Bentuk Penghalangan dalam Sidang Haris-Fatia

Kontras Kecam Semua Bentuk Penghalangan dalam Sidang Haris-Fatia

Nasional
Ganjar Bicara Mimpi Bung Karno Setelah Terima Dukungan Perindo

Ganjar Bicara Mimpi Bung Karno Setelah Terima Dukungan Perindo

Nasional
PBNU Tak Akan Dukung Capres Tertentu, Gus Yahya: Wong NU Bukan Parpol

PBNU Tak Akan Dukung Capres Tertentu, Gus Yahya: Wong NU Bukan Parpol

Nasional
Mahfud Bakal Bertemu Jokowi Siang Ini, Serahkan Kajian soal Masa Jabatan Pimpinan KPK

Mahfud Bakal Bertemu Jokowi Siang Ini, Serahkan Kajian soal Masa Jabatan Pimpinan KPK

Nasional
Ketua MA Lantik Tiga Hakim Agung

Ketua MA Lantik Tiga Hakim Agung

Nasional
Demokrat Berpeluang Merapat ke Koalisi Gerindra jika AHY Tak Dipilih Anies Jadi Cawapres

Demokrat Berpeluang Merapat ke Koalisi Gerindra jika AHY Tak Dipilih Anies Jadi Cawapres

Nasional
Gelar Latihan Pasukan Khusus 3 Matra, Dankoopssus Nyatakan TNI Siap Atasi Terorisme

Gelar Latihan Pasukan Khusus 3 Matra, Dankoopssus Nyatakan TNI Siap Atasi Terorisme

Nasional
Perindo Resmi Dukung Ganjar Pranowo sebagai Bakal Capres 2024

Perindo Resmi Dukung Ganjar Pranowo sebagai Bakal Capres 2024

Nasional
Sosialisasikan Program THK, Dompet Dhuafa Ajak Influencer hingga Rekan Media Jelajah Sentra Ternak Cianjur

Sosialisasikan Program THK, Dompet Dhuafa Ajak Influencer hingga Rekan Media Jelajah Sentra Ternak Cianjur

Nasional
Kontras Kritik JPU dalam Sidang Kasus Haris Azhar dan Fatia

Kontras Kritik JPU dalam Sidang Kasus Haris Azhar dan Fatia

Nasional
KPK Sita Dokumen dari Staf Sekretaris MA

KPK Sita Dokumen dari Staf Sekretaris MA

Nasional
Gelar Skrining Kesehatan Bagi 342 Lansia, Dompet Dhuafa: Kami Tidak Mau Lansia Habiskan Anggaran BPJS

Gelar Skrining Kesehatan Bagi 342 Lansia, Dompet Dhuafa: Kami Tidak Mau Lansia Habiskan Anggaran BPJS

Nasional
Eks Jaksa KPK Dody Silalahi Diduga Bertemu Sekretaris MA Pasca-OTT Suap Hakim Agung

Eks Jaksa KPK Dody Silalahi Diduga Bertemu Sekretaris MA Pasca-OTT Suap Hakim Agung

Nasional
Jika Anies Tak Pilih AHY Jadi Cawapres, Demokrat Diprediksi Hengkang dari Koalisi Perubahan

Jika Anies Tak Pilih AHY Jadi Cawapres, Demokrat Diprediksi Hengkang dari Koalisi Perubahan

Nasional
Olly Duga Isu Kontrak Politik Mega-Ganjar di Batu Tulis untuk Gerus Elektabilitas

Olly Duga Isu Kontrak Politik Mega-Ganjar di Batu Tulis untuk Gerus Elektabilitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com