Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pemerintah Dikritik akibat Keluarkan Indikator Kematian dalam Penentuan Status PPKM di Tengah Lonjakan Kasus

Kompas.com - 11/08/2021, 07:50 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah pemerintah mengeluarkan angka kematian pasien Covid-19 dalam menetapkan status PPKM Level 2-4 sepekan ke depan di suatu wilayah dikritik. Pasalnya, kematian pasien Covid-19 di Indonesia dalam tiga pekan terakhir tengah mengalami peningkatan.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, persentase kematian secara nasional mencapai 2,92 persen pada pekan ini. Sementara, diketahui persentase kematian di tingkat global mencapai 2,12 persen.

Itu artinya, persentase kematian akibat Covid-19 di Indonesia lebih tinggi dibandingkan tingkat dunia.

Pada Selasa (10/8/2021), Satgas mencatat adanya penambahan 2.048 pasien Covid-19 yang tutup usia. Angka penambahan ini merupakan yang tertinggi kedua selama pandemi berjalan selama 17 bulan di Tanah Air.

Sebelumnya, jumlah kematian tertinggi tercatat pada 27 Juli 2021, yakni sebanyak 2.069 orang dalam sehari.

Baca juga: Satgas Minta Pemda Serius Tekan Angka Kematian Covid-19

Penambahan kasus kematian tersebut mengakibatkan total kasus kematian di Indonesia per Selasa kemarin mencapai 110.619 kasus.

"Dalam bulan Juli 2021 saja kita telah kehilangan 24.496 nyawa. Dengan rata-rata kematian harian di atas 1.000 orang," ungkap Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa.

Ia mengungkap, ada lima provinsi yang menyumbangkan kasus kematian mingguan tertinggi, yaitu Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Jawa Tengah.

Namun, secara akumulasi, lima provinsi dengan kasus kematian tertinggi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan Timur.

Dikritik

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, dikeluarkannya indikator kematian dalam penetapan status wilayah PPKM lantaran pemerintah menemukan adanya akumulasi input data kematian selama beberapa pekan ke belakang.

Hal tersebut menyebabkan data terdistorsi sehingga mempengaruhi penilaian tingkat kematian pasien Covid-19 di suatu daerah.

Baca juga: Epidemiolog: Angka Kematian Seharusnya Jadi Indikator Melihat Keparahan Pandemi Covid-19 di Suatu Daerah

Senada dengan Luhut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah tak lagi menggunakan angka kematian sebagai indikator penetapan PPKM, karena ada data yang sifatnya tidak aktual atau real time.

"Ada beberapa perhitungan di mana memang angka kematian tidak masuk dalam perhitungan indikator karena ada data yang update di belakangan. Jadi bukan real time," kata Nadia kepada Kompas.com, Selasa.

Namun, ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, indikator itu tidak seharusnya dihilangkan dalam penetapan status wilayah PPKM. Sebab, kematian merupakan indikator akhir dalam melihat keparahanan pandemi di suatu daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com