Menurut dia, untuk melihat tingkat keparahan suatu pandemi, ada sejumlah hal yang harus diperhatiakan yaitu kasus harian, positivity rate dan angka reproduksi Covid-19 pada indikator awalnya
Selanjutnya, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR dan angka kematian untuk indikator akhirnya.
"Untuk menilai performa pengendalian Covid-19 baik, terkendali, atau tidak, itu dari positivity rate dan indikator akhir yaitu angka kematian. Nah dua ini wajib ada, kalau tidak ada, ya kita kehilangan. Ibarat mobil kehilangan spion," ujarnya.
Oleh karenanya, menurut Dicky, penumpukan data angka kematian mestinya tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak menggunakannya sebagai indikator.
Sebab, kata dia, kasus harian Covid-19 sebenarnya juga bertumpuk dan tidak real time.
"Alasannya karena sengkarut data ya tidak bisa ya, karena bicara angka kasus harian saja itu sengkarutnya banyak, baik dari sisi tes itu tidak real time (tapi) tetap ada, tes itu kan bukan yang hari itu, tapi beberapa hari," ucap Dicky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.