"Dari mana uangnya? Utang cicilan mobil Toyota di kantor saya di Makassar saja belum dilunasi," tegas Jusuf Kalla.
Jelas sudah, bagaimana dengan entengnya para pejabat kita bisa dikibuli dan dibuai dengan rayuan gombal tanpa logika.
Jelas sudah, para pejabat kita bisa dengan enteng membiarkan dirinya dipasung dengan ketidakwarasan.
Gagal paham jika percaya
Kembali ke soal keluarga Akidi Tio yang mendeklarasikan diri akan mendonasikan Rp 2 triliun kekayaan mereka.
Ini sebuah gagal paham bila hendak memercayai, sebelum benar-benar uang itu ada.
Akidi Tio bukanlah seseorang yang memiliki jejak jelas di bidang usaha. Dari mana uang sebanyak itu?
Apakah lembaga perpajakan pernah mengetahui dan memungut pajak dari Akidi sedemikian banyak? Rentetan pertanyaan logis yang harus dipakai sebelum memercayainya.
Yang mungkin terjadi, ahli waris almarhum Akidi Tio menemukan catatan-catatan tercecer almarhum, yang memiliki kesamaran tentang harta almarhum.
Lalu, para ahli warisnya membangun mimpi-mimpi indah disertai dengan halusinasi mengenai catatan-catatan tersebut.
Untuk mewujudkan halusinasi itu, ada baiknya meminjam tangan negara melalui para pejabat dengan 1.000 janji. Namanya usaha.
Pertanyaan yang relevan di sini, ialah, apa keuntungan para pejabat yang mempromosikan atau mengamini orang-orang yang dengan enteng membuat janji hampa itu?
Jawabannya singkat. Para pejabat ingin menjadi pahlawan, seolah diri merekalah yang membantu meringankan beban rakyat.
Jawaban etisnya, yang bisa jadi juga, ada motif lain. Wallahu alam bissawab.
Rentetan kejadian menghebohkan tentang dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan, semuanya bermuara pada kebohongan.
Maka, ada baiknya bangsa kita membuat aturan tentang para pejabat yang memperkenalkan dan mengamini segala ketidakbenaran seperti deretan fakta yang telah melecehkan akal sehat bangsa kita itu.
Orang atau pihak yang menggunakan para pejabat untuk memaklumkan ketidakbenaran juga harus juga diberi hukuman.
Harus ada ganjaran karena apa pun alasannya, memaklumkan ketidakbenaran kepada publik adalah public deception.
Ini baru adil dan mendidik bangsa kita menjadi bangsa yang rasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.