Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Kabulkan Gugatan Uji Materi UU TPPU, Penyidik Kementerian Kini Bisa Lakukan Penyidikan Lanjutan

Kompas.com - 29/06/2021, 14:01 WIB
Sania Mashabi,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Adapun putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan yang disiarkan secara daring, Selasa (29/6/2021).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.

Anwar menyatakan Penjelasan Pasal 74 UU TPPU sepanjang kalimat "Yang dimaksud dengan penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan yaitu Kepolisian RI, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI," bertentangan dengan UU Dasar Tahun 1945.

Serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Yang dimaksud dengan penyidik tindak pidana asal adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan".

Oleh karena itu, dengan adanya putusan ini penyidik di tiap kementerian/lembaga bisa melakukan penyidikan lanjutan jika menemukkan adanya dugaan TPPU di tempatnya bekerja.

Baca juga: MK Tak Pertimbangkan Permohonan Uji Materi UU Cipta Kerja yang Diajukan KSBSI

Adapun pasal tersebut digugat oleh empat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang masing-masing pernah menjadi penyidik di kementerian.

"Pemohon dengan ini mengajukan permohonan uji materi atas penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Terhadap Pasal 24 Ayat 1, 27 Ayat 1, 28 D Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," demikian kutipan dalam berkas permohonan yang diunggah dalam lama www.mkri.id.

Pemohon pertama adalah Cepi Arifiana. Pada 2018 ia bertugas sebagai penyidik PNS di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kala itu ia menangani kasus dugaan melakukan atau membantu terjadinya pembalakan liar atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

Dalam penanganan perkara, Cepi menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang.

Akan tetapi, upaya tindak lanjut atas temuan dugaan tindak pidana pencucian uang itu terhambat dikarenakan terbatasnya kewenangannya selaku penyidik.

Baca juga: Hari Ini, MK Akan Putus 2 Perkara Uji Materi UU Cipta Kerja

"Apabila dilakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang dalam perkara tersebut maka pemohon 1 selaku PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan melanggar peraturan perundang-undangan," lanjut kutipan dalam berkas permohonan tersebut.

Kemudian Dedy Hardinianto sebagai pemohon dua pada tahun 2018 bertugas sebagai penyidik PNS di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada perkara pertambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri yang dilakukan oleh PT LM.

Dalam penyidikan perkara tersebut, Dedy melihat ada dugaan tindak pidana pencucian uang, dalam upayanya untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang dimaksud, ia bermaksud dengan membuktikan dengan adanya dugaan transaksi yang mencurigakan berkaitan dengan kekurangan dan kesalahan jurnal posting.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com