Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Pengedar Sabu 402 Kg Dapat Keringanan Hukuman, Anggota DPR Minta Jaksa Lakukan Kasasi

Kompas.com - 29/06/2021, 13:53 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menanggapi pengurangan hukuman kejahatan narkoba terhadap enam orang terpidana pada kasus narkotika jenis sabu-sabu seberat 402 kilogram (kg) yang dinyatakan lolos dari hukuman mati.

Keringanan hukuman itu diperoleh usai pengajuan banding yang diterima majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Ini berarti, jaksa bisa melakukan kasasi bila putusan hakim dirasa tidak tepat.

Menurut Didik, pengedar narkoba tak pantas mendapat maaf karena kejahatannya tidak termaafkan. Oleh karena itu, dia mendukung Jaksa untuk untuk melakukan kasasi.

“Untuk keadilan dan untuk melindungi kepentingan generasi yang lebih besar lagi, Jaksa harus kasasi," ujarnya saat memberikan keterangan kepada awak media, Senin (28/6/2021).

Didik mengatakan, pengurangan hukuman terhadap kejahatan luar biasa dengan barang bukti sedemikian besar yang dilakukan PT Bandung cukup mengagetkan dan menimbulkan tanda tanya besar.

Baca juga: Perangi Narkoba, Wapres Minta BNN Lakukan 4 Langkah Strategis Ini

Padahal, lanjut kata legislator daerah pemilihan Jawa Timur IX itu, dalam konvensi internasional, Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa.

Dengan begitu, dia menilai penegakan hukumnya butuh perlakuan khusus, efektif, dan maksimal. Salah satu perlakuan khusus tersebut, yakni dengan cara menerapkan hukuman berat pidana mati.

“Indonesia telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam Undang-undang Narkotika,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.

Didik juga menjelaskan, hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba bertujuan memberikan hukuman setimpal atau untuk memberikan efek jera semata.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah untuk melindungi masyarakat dan menyelamatkan anak-anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.

Baca juga: Ketua DPR: Ayo Orangtua Siap-siap Ajak Anak 12 Tahun ke Atas Vaksinasi Covid-19

“Oleh sebab itu, Indonesia justru berkewajiban menjaga warga negaranya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal," paparnya.

Menurutnya, pengurangan hukuman kejahatan narkoba yang melibatkan 402 kg sabu-sabu dapat mengusik nalar dan logika sehat publik.

Politisi Partai Demokrat itu menyebutkan, tidak bisa dibayangkan daya rusak sabu 402 kg tersebut terhadap generasi bangsa.

Meskipun demikian, Didik juga meminta independensi hakim harus dihormati. Namun, dia tetap meminta masyarakat mengawasi setiap perilaku hakim.

Dia mengimbau, bila masyarakat melihat ada perilaku hakim yang tidak sepantasnya, apalagi terbukti memberi toleransi terhadap kejahatan atau bahkan ikut menjadi bagian kejahatan, termasuk kejahatan narkoba, maka bisa melaporkan ke pihak berwajib atau kepada Komisi Yudisial.

Baca juga: Indonesia Masih Hadapi Berbagai Masalah Penanggulangan Narkoba

“Selain itu saya berharap Komisi Yudisial terus melakukan pengawasan yang intensif dan berkesinambungan terhadap hakim-hakim yang berpotensi berperilaku menyimpang," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com