Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Pegawai KPK Jadi ASN Menurut Pengamat, dari Tidak Independen, hingga Berujung Usulan Pembubaran KPK

Kompas.com - 03/06/2021, 06:23 WIB
Tatang Guritno,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman memaparkan beberapa dampak alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) serta pemberhentian 51 pegawai yang dinilai tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).

Menurut dia, proses ini akan berdampak pada tidak tuntasnya perkara yang sedang ditangani oleh penyelidik maupun penyidik yang dinyatakan tak lolos TWK.

"Terhadap kasus yang ditangani mereka yang dipecat, tentu tidak ada jaminan kasus akan tuntas. Bukan karena tidak percaya pegawai lain yang melanjutkan, tapi potensi intervensi pimpinan sangat besar seperti dalam hilangnya nama politisi di kasus bantuan sosial (bansos) Covid-19," sebut Zaenur pada Kompas.com, Rabu (2/6/2021).

Baca juga: KPK Tak Akan Publikasikan Nama-nama Pegawai yang Tak Lolos TWK

Dampak lainnya, TWK digunakan untuk menyingkirkan pegawai yang tidak dinginkan. Ke depannya, kata dia, tidak ada jaminan tidak ada lagi TWK. 

"Bisa saja demi menyingkirkan orang tertentu akan dibuat TWK lagi setelah beberapa tahun dengan alasan penyegaran," kata Zaenur.

Selain itu, setelah hilangnya 51 pegawai tersebut, Zaenur menduga bahwa KPK sudah tidak independen dan nantinya tidak akan menangani kasus korupsi besar yang strategis.

Ia juga menilai, KPK nantinya akan mudah diintervensi karena pegawainya merupakan ASN. 

Status pegawai KPK yang saat ini ASN juga menjadi faktor penyebab independensi lembaga antirasuah itu terganggu.

Zaenur juga mengatakan bahwa dengan status pegawainya sebagai ASN, KPK mesti bekerja sama dengan lembaga lainnya, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Lembaga Administrasi Negara (LAN).

"Mulai dari pengadaan pegawai saja harus mengajukan formasi ke Kemenpan RB dan BKN. Begitu juga pendidikannya tidak lagi mandiri oleh KPK, tetapi harus dengan LAN," kata dia.

"Juga risiko pegawai KPK sebagai ASN bisa dipindah ke lembaga lain. KPK yang tidak lagi independen, tidak ada lagi bedanya dengan Kepolisian dan Kejaksaan," ucap Zaenur.

Baca juga: 9 Pegawai KPK Ajukan Uji Materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi

Akibat sejumlah hal itu, kata dia, masyarakat akan merasa keberadaan KPK tidak lagi penting.

"Sehingga urgensi keberadaan KPK juga semakin turun. Akibatnya usulan pembubaran KPK justru bisa saja datang dari masyarakat," kata dia.

Setelah rapat koordinasi yang dilakukan membahas status alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN, Selasa (25/5/2021) pekan lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bersama Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengumumkan bahwa 51 dari 75 pegawai tetap dinyatakan tak lolos TWK.

Alasannya, menurut penilaian para asesor, 51 pegawai tersebut memiliki rapor merah dan dianggap tak bisa lagi dibina untuk dapat menjadi ASN.

Sementara itu, 24 sisanya masih diberi kesempatan menjadi ASN setelah melewati pendidikan kenegaraan dan wawasan kebangsaan.

Baca juga: Setelah 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, MAKI: Pemberantasan Korupsi Kering, Dingin

Pada Selasa (1/2/2021) kemarin, bertempat di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, sebanyak 1.271 pegawai yang lolos TWK telah resmi dilantik menjadi ASN.

Ketua KPK Firli Bahuri memastikan bahwa status ASN yang melekat pada para pegawai KPK tidak akan menurunkan semangat pemberantasan korupsi.

Ia juga mengklaim bahwa KPK akan tetap berdiri sebagai lembaga independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com