Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Anomali Parlemen di Era Digital

Kompas.com - 14/04/2021, 10:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Narasi parlemen era digital

Ada dua masalah yang dihadapi ekosistem parlemen di era digital. Pertama, bagaimana merawat eksistensi parlemen. Teknologi digital memberikan otoritas nyaris tanpa batas bagi publik untuk menyuarakan aspirasinya. Tidak ada penghalang. Sampai muncul anekdot, “maha benar netizen” dengan segala pernyataannya.

Jadi, parlemen bersaing dengan teknologi digital. Bukan mustahil, kelak ada ide membentuk dewan perwakilan netizen dengan segala plus minusnya.

Kedua, bagaimana parlemen tidak gagap digital. Malah, harus menunggangi teknologi untuk percepatan kelola aspirasi publik.

Selama ini, aplikasi DPR Now merupakan sarana untuk mewujudkan hal di atas. Namun, tentu aplikasi ini perlu terus dikembangkan. Dikemas menarik agar kelompok millenial tertarik berpartisipasi.

Yang pasti, masa depan parlemen di era digital lebih kompleks. Kepekaan memiliki frekuensi dan keberpihakan dengan konstituen menjadi hal esensial.

Parlemen kini banyak kompetitornya. Tidak sedikit lembaga formal dan non formal di masyarakat menjalankan fungsi kontrol serupa dengan parlemen. Mungkin pembedanya, mereka kalah kuat dari segi legalitas. Namun bisa jadi unggul dari kemasan, substansi dan inovasi.

Apalagi ini bukan zaman konyol monopoli kebenaran. Jika parlemen kaku, konservatif, atau malah sibuk dengan agenda setting sendiri, bukan mustahil ditinggal. Dunia kompetisi meraih simpatik publik demikian keras. Tidak progresif akan tersingkir.

Mungkin, parlemen bukan tidak mau bermutu memperjuangkan aspirasi. Namun ada belitan sistem berkolestrol pekat. Membuat obesitas di tubuh parlemen.

Seperti mahalnya ongkos politik pemilu. Banyak “kaum” proposal datang dari relawan yang merasa berjasa menempatkan sang legislator di tahta Senayan.

Belum lagi godaan mengamankan posisi demi pemilihan akan datang. Situasi seperti itu mengundang aroma tukar tambah kepentingan. Memilih bersikap aman meski meminggirkan publik demi logistik masa depan.

Dari sisi hukum, upaya penguatan parlemen telah dikirimkan sinyalnya melalui beberapa kali perubahan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

Namun, menurut hemat penulis, masih terbatas kosmetik. Perubahan itu kerap berkutat pada unsur-unsur struktur organ dan kewenangan tertentu. Seperti penambahan unsur pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) misalnya. Namun belum bicara sisi lebih substansial. Seperti, bagaimana konstruksi MPR selama ini.

Apakah tepat jadi lembaga tersendiri. Atau seharusnya dimaknai sekadar forum pertemuan sehingga ongkos bernegara bisa dihemat. Tentu ini sebagai cara untuk memaknai konstitusi yang memang sedari awal tidak jelas menempatkan MPR secara kelembagaan.

Hal lain adalah bagaimana DPR melakukan penguatan, tidak hanya membentuk undang-undang.

Namun, tugas berat lainnya mengevaluasi apakah undang-undang produknya implementatif? Atau malah menimbulkan masalah pelik dalam penyelenggaraan negara. Seperti tersirat dari polemik panjang undang-undang cipta kerja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com