Istilah kerennya, post legislative review merupakan keniscayaan sekaligus tolok ukur agar tidak mubazir eksistensi parlemen dipertahankan.
Pandemi, krisis ekonomi dan ekologi serta perubahan perilaku menjadi tantangan kini dan ke depan. Parlemen harus pandai meramu dan mereposisi dalam zaman berubah.
Saat ini seluruh mata publik menunggu cemas langkah parlemen. Salah menentukan sikap akan mengalami perundungan (bullying) di media sosial.
Ini merupakan hukum besi politik era digital yang mendesentralisasikan demokrasi ke berbagai tempat dan aktor.
Parlemen harus belajar banyak dari pengalaman media massa. Sudah tak terhitung, media massa yang wafat akibat terlalu tambun mengikuti perubahan.
Ketika semua mengandalkan smart phone, koran cetak seperti sudah menjadi sejarah. Ini memerlukan kiat dan strategi spesifik.
Kata kunci “perubahan” wajib menjadi vitamin. Suplemen agar parlemen membenahi diri. Mulai dari paradigma banyak mendengar. Melek teknologi. Tidak defensif terhadap kritik. Mengimbangi eksekutif dengan kapasitas bermutu sehingga kontribusi bagi perbaikan negara secara signifikan.
Tentu masyarakat memilih wakilnya duduk di parlemen bukan untuk sekadar menyetujui apapun yang diajukan pemerintah. Juga sebaliknya, tidak lantas menolak membabi buta apa yang ditawarkan dari mitranya.
Namun, harapan publik adalah proporsional. Menempatkan mata dan telinga untuk mengkritisi pemerintah sesuai konteksnya dengan tidak melupakan apresiasi jika pemerintah mengambil kebijakan yang baik dan tepat.
Hanya dengan cara seperti itu, parlemen bisa selamat. Menjadi rumah bersama bagi nurani rakyat. Sebelum terlambat!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.