Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Presiden Jokowi Segera Revisi Undang-Undang ITE

Kompas.com - 16/02/2021, 19:27 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Beberapa organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera merealisasikan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, pernyataan Presiden Jokowi jangan sampai hanya sekedar menjadi angin segar populisme semata, tetapi perlu segera direalisasikan.

"Pernyataan (Presiden) tersebut harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkrit,” kata Erasmus dalam pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (16/2/2021).

Erasmus menjelaskan, revisi UU ITE harus menghapus pasal-pasal multitafsir yang berpotensi mengakibatkan kriminalisasi. Selain multitafsir, beberapa pasal dalam UU ITE juga sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Rumusan pasal-pasal dalam UU ITE yang sudah diatur dalam KUHP justru diatur secara buruk dan tidak jelas rumusannya, disertai dengan ancaman pidana lebih tinggi. Hal ini menyebabkan banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang dilanggar akibat penggunaan pasal-pasal duplikasi dalam UU ITE,” tuturnya.

Baca juga: UU ITE yang Memakan Korban, dari Prita Mulyasari hingga Baiq Nuril

Erasmus memberikan contoh salah satu pasal yang sudah diatur dalam KUHP tapi terdapat juga pada UU ITE, yaitu pasal 27 Ayat 1 UU ITE tentang melanggar kesusilaan.

Menurut dia, pasal ini seharusnya dikembalikan pada tujuan awalnya yang sudah diatur dalam Pasal 281, dan Pasal 282 KUHP dan UU Pornografi yang menyebutkan bahwa sirkuslasi konten melanggar kesusilaan hanya dapat dipidana apabila dilakukan di ruang publik dan ditujukan untuk publik.

"Bukan justru diatur dengan konteks dan batasan yang tidak jelas. Selama ini Pasal 27 ayat 1 UU ITE justru menyerang kelompok yang seharusnya dilindungi, dan diterapkan berbasis diskriminasi gender,” papar Erasmus.

Erasmus memberi contoh lain, yakni pada pasal 28 Ayat 2 UU ITE tentang penyebaran informasi yang menimbulkan penyebaran kebencian berbasis SARA. Menurut Erasmus, pasal ini sering digunakan untuk membungkam pengkritik Presiden.

"Pasal ini tidak dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian. Pasal ini justru menyasar kelompok dan individu yang mengkritik institutsi dengan ekspresi yang sah,” sebut Erasmus.

Baca juga: Soal Revisi UU ITE, Waketum Demokrat: Jika Jokowi Serius, Wujudkan Segera

Berdasarkan data yang dimiliki Koalisi Masyarakat Sipil diketahui sejak tahun 2016 hingga tahun 2020, kasus-kasus dengan pasal 27, dan 29 UU ITE menunjukan tingkat penghukuman mencapai 96,8 persen atau sebanyak 744 perkara. Dari data tersebut jumlah pemenjaraan mencapai 88 persen atau sebanyak 676 perkara.

“Menurut laporan terakhir Safenet jurnalis, aktivis dan warga kritis paling banyak dikriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal karet yang cenderung multitafsir dengan tujuan membungkam suara-suara kritis,” pungkas Erasmus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com