Din menilai penangkapan tokoh KAMI terlihat janggal terutama terkait dimensi waktu, dasar laporan Polisi dan keluarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada hari yang sama.
Ia melanjutkan juga seharusnya paling tidak ada dua alat bukti untuk bisa melakukan penangkapan.
"Lebih lagi jika dikaitkan dengan KUHAP Pasal 17 tentang perlu adanya minimal dua barang bukti, dan UU ITE Pasal 45 terkait frasa 'dapat menimbulkan'," ujarnya.
"Maka penangkapan para Tokoh KAMI patut diyakini mengandung tujuan politis," ucap dia.
5. Desak pembentukan TGPF untuk usut kematian petugas KPPS di Pilpres 2019
Din yang kala itu masih menjabta Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama sejumlah tokoh dari Aliansi Masyarakat Peduli Tragedi Kemanusiaan Pemilu 2019 juga pernah mengusulkan pembentukan tim gabungan pencari fakta terkait meninggalnya ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Hal itu ia ungkapkan saat bertemu Ketua DPR Bambang Soesatyo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2019).
"Poinnya adalah kami mendesak agar adanya tim gabungan pencari fakta dan bila perlu melibatkan unsur masyarakat supaya clear," ujar mantan ketua PP Muhammadiyah itu saat ditemui seusai pertemuan.
Selain itu, Din dan perwakilan aliansi meminta dilakukannya otopsi oleh pihak yang berwenang untuk mengetahui penyebab meninggalnya petugas KPPS.
Baca juga: Din Syamsudin Dilaporkan ke KASN, Alasan Pelaporan, hingga Respons Dua Menteri...
"Kalau mau menyingkap penyebab kematian kan harus ada otopsi, tidak ada cara lain. itu dilakukan lah semua supaya jernih sehingga tidak lagi menyesatkan atau muncul dugaan-dugaan," ucapnya.
Menurut Din, pembentukan tim gabungan pencari fakta penting dilakukan untuk menyelidiki penyebab kematian yang ia anggap masif. Din mengatakan, jika pemerintah tidak segera mengungkap, maka hal itu akan menjadi stigma dan preseden buruk ke depannya.
"Juga jadi menjadi semacam dosa bawaan terhadap siapapun yang diberi amanat kepemimpinan nanti, baik di DPR ataupun pemerintahan, bahwa ada sesuatu yang tak dijelaskan," kata Din.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat (10/5/2019), jumlah penyelenggara pemilu ad hoc yang meninggal dunia tercatat 469 orang.
Selain itu, sebanyak 4.602 lainnya dilaporkan sakit. Penyelenggara yang dimaksud meliputi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Baca juga: Din Syamsudin: Saya Bentuk Aliansi Masyarakat Peduli Tragedi Kemanusiaan Pemilu 2019
Baik penyelenggara pemilu yang meninggal maupun sakit sebagian besar disebut karena kelelahan dan kecelakaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.