2. Kritik UU Cipta Kerja
Masih mewakili Presidium KAMI, Din mengatakan, pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja berpotensi menimbulkan kegaduhan besar di Indonesia.
Menurut Din, pemerintah dan DPR terlalu tergesa-gesa dalam mengesahkan UU tersebut.
"UU Ciptaker atau Omnibus Law Ciptaker sangat potensial menimbulkan kegaduhan nasional yang besar," kata Din pada 5 Oktober 2020.
"Pemerintah tidak menyadari dan bahkan terkesan mendukung DPR untuk bergesa-gesa mengesahkannya pada waktu malam hari, tanpa membuka ruang bagi aspriasi rakyat," lanjut dia.
Selain UU Cipta Kerja, KAMI juga menyoroti rancangan UU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sempat menuai kegaduhan publik. Din pun mempertanyakan apakah pemerintah benar-benar ingin mencegah kegaduhan di Indonesia.
"Walaupun sudah digugat oleh organisasi masyarakat, seperti NU, Muhammadiyah, MUI dan banyak lagi karena dinilai merendahkan Pancasila, namun masih termaktub dalam Prolegnas," ucap dia.
Baca juga: KASN Teruskan Laporan Alumni ITB terhadap Din Syamsuddin ke Satgas dan Kementerian Agama
3. Tolak KAMI dikaitkan dengan kerusuhan demonstasi UU Cipta Kerja
Din juga menolak organisasinya, KAMI, dikaitkan dalam tindakan anarkistis saat unjuk rasa Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut dia, KAMI secara kelembagaan belum turut serta dalam aksi unjuk rasa tersebut.
"Tapi, KAMI secara kelembagaan belum ikut serta, kecuali memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan," kata Din, Rabu (14/10/2020).
Din justru meminta aparat kepolisian untuk mengusut siapa auktor intelektualis dalam unjuk rasa yang berlangsung ricuh tersebut. Oleh karena itu, ia menolak KAMI dikaitkan dalam aksi unjuk rasa anarkistis tersebut.
"KAMI menolak secara kategoris penisbatan atau pengaitan tindakan anarkistis dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa, dan pelajar dengan organisasi KAMI," ujar dia.
4. Protes penangkapan aktivis KAMI yang bermotif politik
Din juga memprotes penangkapan aktivis KAMI oleh polisi. Hal itu disampaikan Din menanggapi penangkapan delapan orang petinggi kami itu berlangsung di tengah demontrasi UU Cipta Kerja yang beberapa kali berakhir dengan kerusuhan.
Baca juga: Tanggapi Laporan Alumni ITB terhadap Din Syamsuddin, Menag: Jangan Mudah Beri Label Radikal
Kedelapan orang tersebut ditangkap dengan delik penyebaran narasi bernada permusuhan dan SARA.
"KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat," kata Din pada 14 Oktober 2020.