Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Subkhi Ridho
Pendidik dan Peneliti Sosial-Keagamaan

Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya periode 2018-2019, pendidik dan peneliti sosial-keagamaan.

Lagi, Kebinekaan Indonesia Tercederai

Kompas.com - 28/01/2021, 10:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lebih lanjut Damanik dengan tegas meminta sekolah untuk membatalkan segera aturan diskriminatif tersebut. "Kami pasti akan meminta peraturan seperti itu dibatalkan karena tidak sejalan dengan prinsip non-diskriminasi," kata Damanik.

Sekolah sebagai arena pembelajaran peserta didik tidak boleh menyebarkan nilai-nilai yang memojokkan salah satu kelompok di masyarakat. Inilah benang merah yang dapat kita tangkap dari respons para pengambil kebijakan di bidang pendidikan.

Hal ini merupakan sinyal positif dengan adanya langkah seirama sekata antara eksekutif dan legislatif mengenai pentingnya mengedepankan nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan yang memang ruh bangsa ini.

Mengapa terjadi?

Mengapa sampai terjadi pemaksaan dari pihak sekolah kepada siswinya yang berbeda agama/keyakinan? Hal ini menjadi pertanyaan besar.

Sudah 75 tahun Indonesia merdeka. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk Negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara, semuanya sebagai acuan berbangsa-bernegara telah termaktub dengan terang benderang.

Dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 tertulis, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Bahkan di Pasal 28E ayat 1 juga telah disebutkan: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, …”.

Pun disebutkan pula tentang jaminan tiap warga negara untuk bebas dari perlakuan diskriminatif, di Pasal 28I ayat 2, “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Mengacu pada UUD 1945 hasil amandemen keempat, maka tidak ada alasan apa pun bagi tindakan diskriminatif, terlebih apabila itu dilakukan oleh pengambil kebijakan di lembaga-lembaga negara, seperti oleh kepala sekolah di sekolah negeri.

Apa yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang Sumatera Barat di atas, seperti mengafirmasi riset dari Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) Jakarta tahun 2010-2011 di SMA di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi yang temuannya menunjukkan terdapat 21 persen guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi.

Meskipun penelitiannya di wilayah Jabotabek, terkesan mendapat konfirmasi di SMKN 2 Padang. Hal ini tentu mesti dilakukan penelitian lebih mendalam, ketimbang didasarkan pada asumsi semata.

Sekiranya kepala sekolah beserta perangkatnya berpegangan teguh pada Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, serta mengacu dengan tertib pada UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, yang sudah menyebutkan dengan gamblang tentang pentingnya menghormati agama maupun keyakinan tiap warga negara, maka semestinya tidak ada aturan yang sifatnya memaksakan dan diskriminatif pada peserta didik.

Pengarusutamaan kebinekaan dalam PJPI

Benih-benih intoleransi yang dilakukan oleh kepala sekolah berikut jajarannya yang menerapkan kebijakan diskriminatif sudah sepantasnya menjadi perhatian bersama para pemangku kepentingan pendidikan di negeri ini. Kasus di SMK Negeri 2 Padang kedepan tidak boleh terulang di sekolah-sekolah lain di seluruh Indonesia.

Perlu kiranya Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2020-2035 yang hari ini sedang disusun untuk memaksimalkan internalisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di dalam pendidikan nasional.

Dari jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/K hingga perguruan tinggi empat pilar MPR RI tersebut harus dimasukkan sebagai kurikulum utama serta menjadi pembelajaran di seluruh sekolah negeri maupun swasta.

Empat Pilar MPR RI merupakan visi negara yang seharusnya menjadi spirit kehidupan berbangsa dan bernegara.

Visi negara sebagaimana telah dipikirkan dengan seksama oleh para pendiri bangsa pada saat kemerdekaan dulu harus diejawantahkan secara terus-menerus oleh setiap pemerintahan yang berkuasa hari ini dan ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com