Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Subkhi Ridho
Pendidik dan Peneliti Sosial-Keagamaan

Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya periode 2018-2019, pendidik dan peneliti sosial-keagamaan.

Lagi, Kebinekaan Indonesia Tercederai

Kompas.com - 28/01/2021, 10:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tepat seminggu sudah, muncul masalah yang mengusik kebinekaan kita. Seorang siswi non-Muslim di SMK Negeri 2 Kota Padang dipaksa oleh pihak sekolah untuk menggunakan jilbab.

Jilbab sebagai salah satu identitas yang paling kentara bagi seorang Muslimah secara serampangan dipaksakan oleh lembaga pendidikan di bawah naungan pemerintah kepada siswinya yang tidak sesuai dengan agama maupun keyakinannya.

Indonesia sebagaimana sudah menjadi takdirnya adalah sebuah entitas yang lahir dan tumbuh berkembang di atas kebinekaan. Kebinekaan agama, etnis, ras, antargolongan, bahasa, budaya adalah beberapa contoh yang senyatanya telah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak bangsa dari Merauke sampai Sabang.

Penulis dengan sengaja mendahulukan Merauke di depan ketimbang Sabang, agar cara berpikir kita pun berubah, tidak melulu mengedepankan Indonesia Barat.

Para pendiri bangsa tanpa terkecuali telah bersepakat menjadikan kebinekaan sebagai nilai yang mesti dikembangkan dan dirawat secara terus-menerus oleh seluruh komponen bangsa, terlebih para pengelola negeri.

Sekolah negeri sebagai entitas persemaian persatuan, kebangsaan, dan keterbukaan merupakan garda terdepan yang mendidik siswa-siswinya untuk menjadi agen-agen pemersatu dengan segala keunikan di antara mereka.

Pemaksaan keyakinan dengan dalih peraturan sekolah tentu sangat memalukan dilakukan oleh kepala sekolah beserta perangkanya. Sekolah yang berisi sekian belas bahkan puluhan guru, belum lagi adanya komite sekolah tentu mengusik nurani penulis sebagai anak bangsa yang Muslim santri.

Sungguh tidak rela bagi penulis menyaksikan dengan telanjang mata, seorang pengambil kebijakan bersikap sangat arogan memaksakan apa yang diyakininya kepada siswinya yang jelas berbeda agama/keyakinan.

Masalah ini muncul ke permukaan akibat adanya media sosial yang membukakan mata publik nasional. Orang tua siswi mengunggah video perdebatannya dengan sekolah, yang terlihat memaksakan aturannya pada siswi tersebut.

Tanpa adanya media sosial, susah rasanya masalah ini mencuat ke masyarakat luas hingga sampai ke telinga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Respons berbagai kalangan

Permasalahan pemaksaan penggunaan jilbab bagi siswi non-Muslim di SMKN 2 Padang, direspons dengan cepat oleh Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda yang memrotes aturan tidak pantas tersebut. Dalam keterangan tertulisnya, ia menyampaikan:

“Kejadian-kejadian tersebut cukup memprihatinkan karena diduga dilakukan oleh tenaga kependidikan di sekolah negeri yang harusnya mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila dengan inti penghormatan terhadap nilai kebhinekaan,” ungkap Syaiful.

Sementara itu, Nadiem Makarim selaku Mendikbud, dalam pesan videonya mengungkapkan, “Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan agar permasalahan ini menjadi pembelajaran kita bersama ke depannya,” ucap Nadiem.

Mendikbud langsung pada pokok permasalahan dengan tidak memberikan ruang sama sekali atas praktik yang mencederai kebinekaan ini.

Adapun Komnas HAM, melalui Ketuanya Ahmad Taufak Damanik menyatakan, "Kemarin saya minta Kepala Perwakilan Komnas HAM Sumatera Barat melakukan pemantauan kasus ini. Hasilnya, pagi tadi Kadis Pendidikan Provinsi Sumbar memastikan bahwa peraturan diskriminatif tersebut dibatalkan dan Kepala Sekolah SMKN 2 Padang sudah minta maaf," ungkap Damanik seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (23/1/2021).

Lebih lanjut Damanik dengan tegas meminta sekolah untuk membatalkan segera aturan diskriminatif tersebut. "Kami pasti akan meminta peraturan seperti itu dibatalkan karena tidak sejalan dengan prinsip non-diskriminasi," kata Damanik.

Sekolah sebagai arena pembelajaran peserta didik tidak boleh menyebarkan nilai-nilai yang memojokkan salah satu kelompok di masyarakat. Inilah benang merah yang dapat kita tangkap dari respons para pengambil kebijakan di bidang pendidikan.

Hal ini merupakan sinyal positif dengan adanya langkah seirama sekata antara eksekutif dan legislatif mengenai pentingnya mengedepankan nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan yang memang ruh bangsa ini.

Mengapa terjadi?

Mengapa sampai terjadi pemaksaan dari pihak sekolah kepada siswinya yang berbeda agama/keyakinan? Hal ini menjadi pertanyaan besar.

Sudah 75 tahun Indonesia merdeka. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk Negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara, semuanya sebagai acuan berbangsa-bernegara telah termaktub dengan terang benderang.

Dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 tertulis, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Bahkan di Pasal 28E ayat 1 juga telah disebutkan: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, …”.

Pun disebutkan pula tentang jaminan tiap warga negara untuk bebas dari perlakuan diskriminatif, di Pasal 28I ayat 2, “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Mengacu pada UUD 1945 hasil amandemen keempat, maka tidak ada alasan apa pun bagi tindakan diskriminatif, terlebih apabila itu dilakukan oleh pengambil kebijakan di lembaga-lembaga negara, seperti oleh kepala sekolah di sekolah negeri.

Apa yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang Sumatera Barat di atas, seperti mengafirmasi riset dari Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) Jakarta tahun 2010-2011 di SMA di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi yang temuannya menunjukkan terdapat 21 persen guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi.

Meskipun penelitiannya di wilayah Jabotabek, terkesan mendapat konfirmasi di SMKN 2 Padang. Hal ini tentu mesti dilakukan penelitian lebih mendalam, ketimbang didasarkan pada asumsi semata.

Sekiranya kepala sekolah beserta perangkatnya berpegangan teguh pada Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, serta mengacu dengan tertib pada UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, yang sudah menyebutkan dengan gamblang tentang pentingnya menghormati agama maupun keyakinan tiap warga negara, maka semestinya tidak ada aturan yang sifatnya memaksakan dan diskriminatif pada peserta didik.

Pengarusutamaan kebinekaan dalam PJPI

Benih-benih intoleransi yang dilakukan oleh kepala sekolah berikut jajarannya yang menerapkan kebijakan diskriminatif sudah sepantasnya menjadi perhatian bersama para pemangku kepentingan pendidikan di negeri ini. Kasus di SMK Negeri 2 Padang kedepan tidak boleh terulang di sekolah-sekolah lain di seluruh Indonesia.

Perlu kiranya Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2020-2035 yang hari ini sedang disusun untuk memaksimalkan internalisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di dalam pendidikan nasional.

Dari jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/K hingga perguruan tinggi empat pilar MPR RI tersebut harus dimasukkan sebagai kurikulum utama serta menjadi pembelajaran di seluruh sekolah negeri maupun swasta.

Empat Pilar MPR RI merupakan visi negara yang seharusnya menjadi spirit kehidupan berbangsa dan bernegara.

Visi negara sebagaimana telah dipikirkan dengan seksama oleh para pendiri bangsa pada saat kemerdekaan dulu harus diejawantahkan secara terus-menerus oleh setiap pemerintahan yang berkuasa hari ini dan ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com