Ali menegaskan, pertemuan itu diinisiasi oleh Kemenkumham dan menyerahkan sepenuhnya revisi PP tersebut kepada Pemerintah.
"Untuk menghormati undangan itu, tentu kami hadir dan menyampaikan arahan pimpinan bahwa pembahasan hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah apakah akan dilanjutkan kembali penyusunannya," kata Ali dalam keterangan tertulis, Selasa (9/6/2020).
Hal itu membuat konsistensi KPK dalam menolak kenaikan gaji pimpinan KPK dipertanyakan.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpendapat, pembahasan kenaikan gaji pimpinan KPK tetap berlanjut karena para pimpinan KPK tidak menolak wacana tersebut secara tegas.
"Kami menuntut Pimpinan KPK menunjukkan sikap dan prinsip yang jelas akan nilai-nilai integritas, sesuatu yang selama ini menjadi nilai lebih KPK dari Lembaga lain, dengan menolak secara resmi pembahasan kenaikan gaji Pimpinan KPK," kata Kurnia.
Ketika isu wacana kenaikan gaji pimpinan KPK tak terdengar lagi, publik kembali dikejutkan dengan wacana pemberian mobil dinas jabatan bagi pimpinan, Dewan Pengawas KPK, dan pejabat struktural KPK.
"Dalam anggaran KPK 2021, informasi yang kami terima benar telah ada persetujuan DPR terkait anggaran pengadaan mobil dinas jabatan untuk Pimpinan, Dewas, dan pejabat struktural di lingkungan KPK, kata Ali, Kamis (15/10/2020).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, anggaran mobil dinas jabatan untuk Ketua KPK Firli Bahuri direncanakan mencapai Rp 1,45 miliar sedangkan mobil dinas para Wakil Ketua KPK masing-masing senilai Rp 1 miliar.
Namun, angka tersebut muncul pada pembahasan usulan anggaran dan angka itu belum final karena masih dibahas bersama Kementerian Keuangan dan Bappenas, khususnya terkait rincian pagu anggaran masing-masing unit mobil.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean menyatakan, Dewan Pengawas KPK menolak wacana pemberian mobil dinas tersebut.
Tumpak mengatakan, Ketua Dewan Pengawas KPK telah menerima tunjangan transportasi sebesar Rp 29.456.000 dan Rp 27.330.000 bagi anggota Dewan Pengawas KPK.
"Berdasarkan Perpres tentang penghasilan Dewas, sudah ada diberikan tunjangan transportasi, sudah cukuplah itu," kata Tumpak.
Wacana pengadaan mobil dinas tersebut juga dibanjiri kritik dari kalangan pegiat antikorupsi dan mantan pimpinan KPK.
Pimpinan KPK periode 2011-2015 Bambang Widjojanto menilai pimpinan KPK melakukan perbuatan tercela jika menerima mobil dinas tersebut karena sudah menerima tunjangan transportasi.
"Dengan menerima pemberian mobil dinas maka Pimpinan KPK telah melakukan perbuatan tercela yang melanggar etik dan perilaku karena menerima dobel pembiayaan dalam struktur gajinya," kata BW, sapaan akrab Bambang.
Laode pun menilai rencana pemberian mobil dinas tersebut tidak tepat dilakukan karena masih banyak masyrakat Indonesia berstatus miskin, terlebih dengan kondisi pandemi Covid-19.
"Pimpinan KPK dan seluruh jajarannya harus berempati pada kondisi bangsa yang orang miskinnya masih mencapai 20 jutaan dan penambahan kemiskinan baru akibat Covid-19 yang menurut BPS sebanyak 26,42 juta," kata Laode.
Senada dengan Laode, Kurnia menilai wacana pengadaan mobil dinas tersebut tidak etis karena diajukan di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang menyulitkan ekonomi masyarakat.
"Sebagai pimpinan lembaga anti korupsi, semestinya mereka memahami dan peka bahwa Indonesia sedang dilanda wabah Covid-19 yang telah memporak porandakan ekonomi masyarakat," ujar Kurnia.
Setelah mendapat kritik bertubi-tubi, KPK akhirnya memutuskan meninjau kembali rencana pengadaan mobil dinas jabatan tersebut.
"Kami sungguh-sungguh mendengar segala masukan masyarakat dan karenanya kami memutuskan untuk meninjau kembali proses pembahasan anggaran untuk pengadaan mobil dinas jabatan tersebut," kata Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa, Jumat (16/10/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.