Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soroti Sektor Tambang Batu Bara di UU Cipta Kerja, Jatam Sebut Itu Bukan untuk Rakyat

Kompas.com - 23/10/2020, 21:16 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran bersama koalisi Bersihkan Indonesia ditemukan bahwa Undang-undang Cipta Kerja tidaklah menguntungkan rakyat, melainkan menguntungkan sejumlah aktor-aktor pembuat UU tersebut.

Sebab, berdasarkan hasil temuan, mereka memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi kotor yang sesungguhnya diuntungkan dari adanya regulasi ini.

“Kami melakukan penelusuran atau tracing terhadap aktor-aktor yang terlibat dalam pembahasan UU omnibus law Cipta Kerja, dan apa hubungannya dengan bisnis pertambangan termasuk batu bara,” ujar Merah dalam diskusi bertajuk ‘Relasi Bisnis dan Politik Dibalik UU Cipta Kerja (Omnibus Law)’, Jumat (23/10/2020).

“Ada 18 aktor total, dan mereka ini menghadapi apa yang disebut dengan korupsi politik sebagai konflik kepentingan,” kata Merah.

Baca juga: Luhut: Sayalah yang Mencetuskan Omnibus Law UU Cipta Kerja

Merah mengatakan, selain sebagai pejabat publik, mereka juga duduk sebagai komisaris atau direksi di perusahan-perusahaan tambang dan energi.

“Mereka pejabat partai, mereka pengambil keputusan di partai utama, dan mereka juga mantan-mantan tim sukses yang ikut pemilu kemarin, di pipres kemarin, di berbagai kubu,” ujar Merah.

“Mereka juga terafiliasi dengan asosiasi-asosiasi bisnis. Jadi sebenarnya ini menjawab pertanyaan siapa yang diwakili oleh mereka, dan untuk siapa omnibus law Cipta Kerja itu,” kata dia.

Merah menilai, konflik kepentingan terlihat jelas dengan pasal-pasal yang dihasilkan, pasal-pasal yang dinilai menguntungkan oligarki.

Baca juga: Setahun Jokowi dan Pidatonya soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Ia mencontohkan, penambahan pasal 128 A dalam UU Cipta Kerja versi 812 halaman yang menyatakan bahwa bagi pelaku usaha yang melakukan hilirisasi dan peningkatan nilai tambah batu bara dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara yakni pengenaan royalti sebesar nol persen.

Royalti merupakan iuran yang wajib dibayarkan pengusaha kepada negara setelah mengeruk sumber daya mineral dan batu bara. Royalti merupakan bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Pasal insentif royalti nol persen kepada perusahaan tambang batu bara yang melakukan peningkatan nilai tambah, pasal pemanfaatan ruang laut untuk industri batu bara, pasal pemutihan kejahatan kehutanan, ini semua ingin menyelamatkan mereka ini,” papar Merah.

“Ini menjelaskan duduk perkaranya, bahwa memang omnibus law ini bukan untuk rakyat, tapi untuk oligarki bisnis yang menopang kuasa poltik mereka selama ini,” tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com