Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Komnas HAM Dituding Genit oleh Politikus...

Kompas.com - 15/09/2020, 16:22 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan menuding Komnas HAM mulai genit dengan mencampuri konstitusional DPR RI.

Sebab, Komnas HAM disebut-sebut ikut menggalang dukungan agar pembahasan sebuah rancangan undang-undang di parlemen tidak dilanjutkan.

Hal tersebut diungkap Arteria dalam rapat kerja Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/9/2020).

"Bapak (Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik) tidak boleh menghasut, apalagi menjadi provokator, meminta DPR menghentikan membahas rancangan undang-undang," kata Arteria.

Baca juga: Menko Airlangga: RUU Cipta Kerja Sudah 90 Persen Dibahas

"Kita enggak boleh jadi genit-genit, Pak. Kalau Bapak genit-genit, berhenti saja. Apalagi ini sudah mengganggu konstitusionalitas DPR RI," lanjut dia.

Arteria pun mempertanyakan apa saja prestasi Komnas HAM selama kepemimpinan Ahmad Taufan Damanik.

"Kalau kita melihat, apa sih yang dikerjakan Komnas HAM bagi republik? Coba Bapak tulis saja prestasi Bapak, prestasi Komnas HAM tahun ini. Apa?" lanjut dia.

Arteria tidak menjelaskan secara lugas rancangan undang-undang apa yang dimaksud.

Meski demikian, beberapa waktu lalu, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga merekomendasikan agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak dilanjutkan pembahasannya di DPR.

Baca juga: Cerita Komisioner Komnas HAM Mengenang Cara Munir Selesaikan Persoalan Kaum Tertindas...

Menanggapi Arteria, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, salah satu wewenang yang diberikan kepada Komnas HAM adalah mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan perundang-undangan.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2019).KOMPAS.com/Deti Mega Purnamasari Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2019).
Oleh sebab itu, wajar apabila Komnas HAM memberikan rekomendasi terhadap sebuah rancangan undang-undang yang sedang berjalan di DPR atau pemerintah.

"Jadi memang tak mungkin dalam rangka mencampuri (tugas DPR). Karena rekomendasi tidak legally binding, artinya bisa diambil atau tidak," papar Taufan.

Buktinya, Komnas HAM juga pernah memberikan rekomendasi tentang Rancangan KUHP serta revisi UU Terorisme. Tidak pernah ada yang memprotes rekomendasi itu.

"Bahkan untuk kasus hukuman mati, meskipun secara prinsip Komnas HAM belum bisa menerima, tapi ke internasional kami katakan ini adalah satu titik yang merupakan kemajuan karena kita tidak lagi melakukan tindakan hukuman mati," ujar Taufan.

Baca juga: Akhir Pekan, DPR Kebut Pembahasan RUU Cipta Kerja

Jawaban Taufan kemudian direspons oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Wihadi Wiyanto.

Wihadi mengatakan, contoh-contoh rekomendasi yang dipaparkan Taufan itu berkaitan langsung dengan tugas dan wewenang Komnas HAM.

Sementara itu, menurut Wihadi, Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak berkaitan langsung dengan Komnas HAM.

Oleh sebab itu, ia berpendapat, rekomendasi Komnas HAM tentang Omnibus Law RUU Cipta Kerja, tak tepat. Apalagi sampai mendorong arah rancangan undang-undang itu dihentikan.

"Ada surat dari Komnas HAM yang meminta Omnibus Law RUU Cipta Kerja dibatalkan, itu menjadi pertanyaan buat kita. Karena tidak ada kaitannya Komnas HAM dengan Omnibus Law. Nah, ini yang perlu diperjelas masalah ini," kata Wihadi.

Baca juga: Kepala BKPM: Omnibus Law Cipta Kerja Bisa Kurangi Pungli

Polemik tersebut lantas diinterupsi Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh.

Ia meminta semua pihak, khususnya Komnas HAM, fokus menjawab pertanyaan seputar anggaran tahun 2021.

"Pak, tolong fokus pada jawaban terkait anggaran saja," pinta Khairul.

Rekomendasi Komnas HAM

Diberitakan sebelumnya, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga merekomendasikan agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja tak dilanjutkan pembahasannya.

Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sandrayati Moniaga, seusaimengikuti malam penganugerahaan YTHA 2018 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Senin (21/1/2019).  CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sandrayati Moniaga, seusaimengikuti malam penganugerahaan YTHA 2018 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Penghentian itu dalam rangka penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan HAM bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca juga: UU Sektor Pendidikan Disarankan Tak Masuk ke RUU Cipta Kerja, Ini Alasannya

"Saya mempertegas, Komnas HAM merekomendasikan kepada Presiden dan DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja ini dengan pertimbangan potensi pelanggaran HAM," kata Sandrayati dalam konferensi pers, Kamis (13/8/2020).

"Potensi perusakan lingkungan oleh adanya undang-undang ini sangat besar," tutur dia.

Sandrayati menyebutkan, proses pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di pemerintah juga tidak melibatkan partisipasi publik.

Hal itu, kata dia, tidak sejalan dengan hak asasi manusia dalam negara demokratis.

"Proses pembahasan dan substansi yang dibahas, yang kami lihat tidak sesuai, belum sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan negara demokratis," ungkap Sandrayati.

Komnas HAM juga menilai, melanjutkan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah sebuah kemunduran.

Baca juga: Komnas HAM Minta Polisi Usut Tuntas Penusukan terhadap Syekh Ali Jaber

Sebab, selama bertahun-tahun Indonesia serius membangun negara yang demokratis dan menghormati hak asasi manusia, serta negara yang peduli hukum.

"Kami melihat, kalau proses penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja ini dilanjutkan, ini satu kemunduran besar," kata Sandrayati.

Apalagi, Indonesia merupakan salah satu anggota dewan HAM PBB.

"Tapi kalau ini dilanjutkan dan diberlakukan undang-undang, saya rasa ini betul- betul akan kontradiksi dengan apa yang sudah dicapai bangsa Indonesia selama 75 tahun," ujar Sandrayati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com