JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengingatkan Komisi II DPR RI agar revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tidak bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan tertentu dalam jangka pendek.
Fadli mengatakan, UU Pemilu mesti berlaku untuk jangka panjang.
"UU Pemilu idealnya punya jangka waktu panjang, bukan hanya lima tahun dengan situasi tertentu dan kepentingan tertentu atau powerblock dan power struggle tertentu, siklus lima tahunan," kata Fadli dalam diskusi bertajuk 'Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia', Selasa (9/6/2020).
Fadli berharap UU Pemilu nantinya mampu memperbaiki penyelenggaraan demokrasi di Indonesia agar benar-benar substantif.
Baca juga: Komisi II: Revisi UU Pemilu Diharapkan Berlaku 15-20 Tahun
Menurut Fadli, selama ini UU Pemilu direvisi tiap lima tahun sekali menjelang gelaran pemilu dengan membahas seputar hal-hal teknis.
"Saya kira jangka itu mungkin 10 tahun, 15 tahun, atau idealnya 20 tahun sehingga ada kontinuiti. Kalau kita lihat dalam UU Pemilu kita tidak terjadi kontinuiti, malah diskontinuiti dan kembali pertarungan awal," ucap Fadli.
"Misal, masalah apakah sistem proporsional terbuka, apakah proporsional tertutup, atau perhitungan. Jadi kita kembali pada kepentingan jangka pendek parpol," lanjut dia.
Baca juga: Pakar Dorong UU Pilkada jadi Satu Paket dengan UU Pemilu
Fadli kemudian berbicara mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Ia mendorong agar ambang batas presiden menjadi nol persen atau diturunkan dari 20 persen sebagaimana yang saat ini berlaku dalam undang-undang.
Menurut dia, penurunan ambang batas presiden ini memberikan kesempatan yang merata bagi tiap orang maju dalam kontestasi pencapresan.
"Seharusnya presidential threshold itu nol persen. Kalau harus diturunkan, misalnya 10 persen maksimum agar tak sembarangan orang juga (maju). Dengan 20 persen saya kira sulit kita mendapat kandidat yang kita harapkan menjadi orang yang terbaik memimpin bangsa dan negara ini," kata Fadli.
Baca juga: ICW Usul Revisi UU Pemilu Juga Perbaiki Tata Kelola Parpol
Dalam kesempatan sama, Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia juga ingin UU Pemilu tidak direvisi tiap lima tahun.
Ia ingin revisi UU Pemilu yang dilakukan Komisi II saat ini dapat berlaku hingga 15 hingga 20 tahun mendatang.
"Kami ingin UU Pemilu ini tidak kita bahas lima tahun sekali. Kami mencoba agar UU ini berlaku paling tidak 15 hingga 20 tahun ke depan sehingga tidak trial and error terus," kata Doli.
Baca juga: Komisi II: Revisi UU Pemilu Paling Lambat Selesai Pertengahan 2021
Doli pun menjelaskan revisi UU Pemilu ditargetkan selesai paling lambat pada pertengahan 2021.
Komisi II DPR telah sepakat bahwa RUU Pemilu harus dirampungkan di awal periode.
Dengan demikian, menurut dia, Komisi II akan memiliki cukup banyak waktu untuk mensosialiasikan UU Pemilu yang baru jika diselesaikan pada 2021.
"Kami bertekad bahwa UU Pemilu dan sudah disetujui menjadi prioritas di tahun pertama DPR. Harapan kami paling lambat pertengahan 2021 selesai," ucap Doli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.