Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan Desakan agar Pekerja Tak Dikorbankan..

Kompas.com - 10/03/2020, 08:07 WIB
Tsarina Maharani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Target penyelesaian draf omnibus law RUU Cipta Kerja selama 100 hari sebagaimana dicetuskan Presiden Joko Widodo diprediksi masih jauh dari harapan.

Setelah pemerintah menyerahkan draf dan surat presiden RUU Cipta Kerja ke DPR, Rabu (12/2/2012), pembahasan belum dimulai. Bahkan, penolakan demi penolakan terhadap RUU Cipta Kerja terus bergulir.

Penolakan datang khususnya dari para pekerja. Mereka menilai RUU Cipta Kerja meminggirkan kepentingan mereka dan mengutamakan kepentingan pengusaha atau pemilik modal.

Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja, antara Kepentingan Investor dan Perbudakan Modern

PDI-P dan Partai Nasdem satu pandangan bahwa aspirasi kelas pekerja mesti diperhatikan.

Kedua partai pendukung pemerintah itu sepakat, klaster ketenagakerjaan yang ada di RUU Cipta Kerja harus dievaluasi.

Jangan korbankan pekerja

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto memastikan DPR dan pemerintah akan membuka ruang dialog dengan semua pihak berkepentingan terkait pembahasan RUU Cipta Kerja.

Ia mengatakan, PDI-P yang memiliki konstituen kelompok buruh dan pekerja, menaruh perhatian terhadap polemik yang muncul akibat RUU Cipta Kerja.

"Kami akan memastikan jangan sampai kepentingan tenaga kerja (buruh) kita dikorbankan karena hal tersebut," ujar Hasto, Senin (9/3/2020).

Baca juga: Konstituen Banyak dari Buruh, PDI-P Bentuk Tim Kaji RUU Cipta Kerja

Hasto pun menyatakan, PDI-P akan membentuk tim khusus untuk menyerap aspirasi para kelas pekerja.

"Maka terkait perbedaan tafsir, harus didialogkan bersama-sama. Toh RUU ini belum final. Beberapa perubahan masih terjadi. Maka dengan dialog itulah kami akan memasukkan apa yang menjadi concern masyarakat," kata dia.

Dalam pertemuan dengan Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (9/3/2020), Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyarankan agar sejumlah pasal-pasal kontroversial dalam RUU Cipta Kerja dievaluasi kembali.

Evaluasi harus dilakukan secara cepat, agar RUU Cipta Kerja dapat segera disahkan DPR.

Baca juga: Bertemu Airlangga, Surya Paloh Usul Evaluasi Pasal-pasal Kontroversial RUU Cipta Kerja

Sebab, menurut Paloh, RUU Cipta Kerja terkait dengan kepentingan nasional yang mesti diutamakan.

"Kami mempunyai kesepakatan terlepas berapa pasal yang dianggap masih kontroversial ini segera untuk kembali diajak mengevaluasi ulang, tetapi dengan time-frame yang tidak terlalu lama," kata Paloh.

Sejumlah buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (30/1/2020). Aksi tersebut menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebab isinya dinilai akan merugikan kepentingan kaum buruh dengan mudahnya buruh di PHK serta pemberlakuan upah hanya bedasarkan jam kerja. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/pd.ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA Sejumlah buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (30/1/2020). Aksi tersebut menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebab isinya dinilai akan merugikan kepentingan kaum buruh dengan mudahnya buruh di PHK serta pemberlakuan upah hanya bedasarkan jam kerja. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/pd.
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menegaskan pernyataan sang ketua umum. Ia menjelaskan klaster tentang ketenagakerjaan di omnibus law RUU Cipta Kerja sebaiknya dihapus dari draf.

Sebab, kata dia, klaster ketenagakerjaan ini menjadi sumber utama penolakan publik atas RUU Cipta Kerja.

"Apa yang salah adalah klaster ketenagakerjaan. Kan ada 11 klaster dalam omnibus law itu. Kalau seandainya presiden mau melakukan 100 hari, maka lebih baik klaster ketenagakerjaan ditangguhkan (ditunda) saja," kata Willy, Senin (9/3/2020).

Baca juga: Surya Paloh Instruksikan Seluruh Kader Nasdem Dukung RUU Omnibus Law

Menurut dia, jika klaster ketenagakerjaan dihapus, target penyelesaian 100 hari yang diinginkan Jokowi menjadi sangat mungkin.

Willy mengatakan, klaster tentang ketenagakerjaan bisa digabungkan dengan revisi UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Nomor 2 Tahun 2004 yang juga masuk daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2020.

"Nanti klaster itu (ketenagakerjaan) dimasukkan saja ke UU PPHI yang masuk ke Prolegnas Prioritas 2020," tuturnya.

"Ketika itu terjadi, nama bisa berubah jadi 'RUU Kemudahan Investasi dan Perizinan'. Itu yang dimaksud Pak Surya (Surya Paloh)," kata Willy.

Baca juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Hanya Berpihak pada Investor, Bukan Kepentingan Masyarakat

Kepentingan investor

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura mengatakan, omnibus law RUU Cipta Kerja hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi.

Menurut Charles, tidak ada pertimbangan keadilan dan kesejahteraan sosial dalam rancangan undang-undang tersebut.

"Ketika kita melihat bagian penjelasannya sangat ekonomisentris, bukan kesejahteraan. Jadi hanya bicara pertumbuhan ekonomi tanpa bicara keadilan sosial dan kesejahteraan," kata Charles di Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Baca juga: Serikat Pekerja: Buat Apa Investor kalau Nasib Rakyat Semakin Sulit?

Ilustrasi buruhTRIBUNNEWS / DANY PERMANA Ilustrasi buruh
Ia menilai, kemudahan dalam aspek ekonomi yang diatur dalam RUU Cipta Kerja diberikan kepada pengusaha atau pemilik modal. Sementara kepentingan masyarakat justru terpinggirkan.

"Kemudahannya bukan bagi warga negara yang minim akses terhadap sumber daya alam atau sumber daya ekonomi. Kemudahan diberikan justru kepada pemilik modal, kepada asing, dalam rangka mengundang investor lebih banyak. Jadi bukan kita mudah mencari kerja," tutur dia.

Charles menyoroti soal status hubungan kerja kontrak yang tidak dibatasi. Dia mengatakan, hak-hak pekerja untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan terancam dengan adanya ketentuan itu.

"UU ini mendorong informalisasi kerja. Kayaknya akan menciptakan lapangan kerja dan ikatan kontrak kerja yang mengarah pada informalisasi dunia kerja. Tidak ada kepastian gaji, jam kerja, tidak ada kepastian kesehatan, jaminan sosial. Relasi itu yang mau dibangun," ujar Charles.

Baca juga: DPR dan Pemerintah Diminta Buka Ruang Aspirasi Bahas RUU Cipta Kerja

Perbudakan modern

Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo menilai, keberadaan omnibus law RUU Cipta Kerja justru akan menarik Indonesia kembali ke zaman kolonial Hindia Belanda.

Menurut Ikhsan, pasal-pasal terkait ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja akan menciptakan perbudakan modern.

"Semangat perbudakan modern itu sangat kuat terasa dalam draf yang kita semua bisa baca hari ini," kata Ikhsan di Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Baca juga: Sindikasi: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Bawa Semangat Perbudakan Modern

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi berdemonstrasi menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Kota Malang, Senin (24/2/2020).KOMPAS.COM/ANDI HARTIK Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi berdemonstrasi menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Kota Malang, Senin (24/2/2020).
Ia menyamakan RUU Cipta Kerja dengan aturan Koeli Ordonantie yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda.

Ikhsan menjelaskan, ketika berlaku Koeli Ordonantie memberikan jaminan kepada majikan terhadap pekerjanya jika terjadi masalah.

"Saat itu pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin ekspor komoditas-komoditas perkebunan. Untuk menarik banyak investor kemudian mereka membuat undang-undang yang namanya Koeli Ordonantie yang intinya memberikan jaminan kepada pemilik perkebunan akan tenaga kerja yang murah dan dengan perlindungan yang minim," tuturnya.

Baca juga: Sekjen PDI-P: Jangan Sampai Kepentingan Tenaga Kerja di Omnibus Law Dikorbankan

Ikhsan menyoroti sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja yang akan merugikan para pekerja.

Salah satunya, para pekerja dihadapkan dengan ketidakpastian karena status hubungan kerja kontrak tidak dibatasi.

"Indonesia akan melahirkan generasi pekerja muda yang rentan dan juga mudah dieksploitasi dalam kondisi kerja yang buruk. Ketika mereka masuk dalam dunia kerja, mereka akan dihadapkan dengan sebuah ketidakpastian dalam bentuk status hubungan kerja yang kontrak," ujar Ikhsan.

Baca juga: Tiga Serikat Buruh Sepakat Bersatu Lawan Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com