Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 05/03/2020, 19:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo menyatakan, omnibus law RUU Cipta Kerja menarik Indonesia kembali ke zaman kolonial Hindia Belanda.

Menurut Ikhsan, pasal-pasal terkait ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja akan menciptakan perbudakan modern.

"Semangat perbudakan modern itu sangat kuat terasa dalam draf yang kita semua bisa baca hari ini," kata Ikhsan di kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Ia menyamakan RUU Cipta Kerja dengan aturan Koeli Ordonantie yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda.

Baca juga: Omnibus Law Ditarget Rampung 100 Hari, Ketua Satgas: ini Zaman Teknologi

Ikhsan menjelaskan Koeli Ordonantie memberikan jaminan kepada majikan terhadap pekerjanya jika terjadi masalah.

"Saat itu pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin ekspor komoditas-komoditas perkebunan. Untuk menarik banyak investor kemudian mereka membuat undang-undang yang namanya Koeli Ordonantie yang intinya memberikan jaminan kepada pemilik perkebunan akan tenaga kerja yang murah dan dengan perlindungan yang minim," tuturnya.

Ikhsan menyoroti sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja yang akan merugikan para pekerja.

Salah satunya, dia mengatakan para pekerja akan dihadapkan dengan ketidakpastian karena status hubungan kerja kontrak tidak dibatasi.

Baca juga: Omnibus Law Ditolak Buruh, ini Kata Ketua Satgas

"Indonesia akan melahirkan generasi pekerja muda yang rentan dan juga mudah dieksploitasi dalam kondisi kerja yang buruk. Ketika mereka masuk dalam dunia kerja, mereka akan dihadapkan dengan sebuah ketidakpastian dalam bentuk status hubungan kerja yang kontrak," ujar Ikhsan.

Selain itu, Ikhsan menyatakan RUU Cipta Kerja paling berdampak bagi pekerja perempuan.

Dia mengatakan dalam RUU Cipta Kerja, perempuan yang menggunakan cuti haid dan melahirkan tidak dibayar.

"Hak-hak yang terkait dengan aspek biologis mereka itu tidak akan lagi dilindungi," tuturnya.

Baca juga: 23 Maret, Buruh Gelar Aksi Demo Besar-besaran Tolak Omnibus Law

Dia menyatakan pasal-pasal yang mengancam pekerja itu tidak bisa diterima akal sehat.

Ikhsan mempertanyakan, apakah demi pertumbuhan ekonomi, maka pekerja harus dikorbankan.

"Apakah ini ongkos yang harus ditanggung pekerja supaya ada jutaan lapangan pekerjaan baru, pertumbuhan ekonomi, dan seterusnya? Akal sehat saya enggak sampai," kata Ikhsan.

"Apa urusannya cuti haid pekerja perempuan dengan pertumbuhan ekonomi kita? Apakah itu terlalu berlebihan untuk pekerja perempuan mengambil cuti haid sampai harus dipotong gajinya? Kejam itu," ujarnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Survei SMRC: Sentimen Positif terhadap Keamanan RI Merosot, Kini 51,7 Persen

Survei SMRC: Sentimen Positif terhadap Keamanan RI Merosot, Kini 51,7 Persen

Nasional
Kabareskrim Sebut Sebagian Senjata Api Dito Mahendra Tidak Berizin

Kabareskrim Sebut Sebagian Senjata Api Dito Mahendra Tidak Berizin

Nasional
Anggota Komisi III Minta Calon Hakim Agung Triyono Martanto Jelaskan Asal Usul Harta Rp 51,2 Miliar Miliknya

Anggota Komisi III Minta Calon Hakim Agung Triyono Martanto Jelaskan Asal Usul Harta Rp 51,2 Miliar Miliknya

Nasional
Hakim Setujui Format Pengumuman Gugatan Korban Gagal Ginjal Akut, Pengacara akan Iklan di Media Massa

Hakim Setujui Format Pengumuman Gugatan Korban Gagal Ginjal Akut, Pengacara akan Iklan di Media Massa

Nasional
Kisah Ustazah Yuyun di Cianjur, 26 Tahun Mengajar Tanpa Gaji

Kisah Ustazah Yuyun di Cianjur, 26 Tahun Mengajar Tanpa Gaji

Nasional
JK Kemungkinan Arahkan Golkar Bikin Koalisi Besar dengan Gabung KPP, PDI-P: Mampu Enggak?

JK Kemungkinan Arahkan Golkar Bikin Koalisi Besar dengan Gabung KPP, PDI-P: Mampu Enggak?

Nasional
DJP Diminta Lakukan Digitalisasi Cegah Permainan Petugas-Wajib Pajak

DJP Diminta Lakukan Digitalisasi Cegah Permainan Petugas-Wajib Pajak

Nasional
Sistem Pemungutan Pajak Secara Manual Dinilai Rawan Kongkalikong

Sistem Pemungutan Pajak Secara Manual Dinilai Rawan Kongkalikong

Nasional
Survei SMRC: Kondisi Politik Nasional Dinilai Memburuk 3,5 Tahun Terakhir

Survei SMRC: Kondisi Politik Nasional Dinilai Memburuk 3,5 Tahun Terakhir

Nasional
Anggota Komisi XI Sebut Banyak Pejabat Pajak Bermental Mafia

Anggota Komisi XI Sebut Banyak Pejabat Pajak Bermental Mafia

Nasional
Plt Menpora: Insya Allah FIFA Paham dengan Indonesia, Mudah-mudahan Tidak Ada Sanksi yang Seram

Plt Menpora: Insya Allah FIFA Paham dengan Indonesia, Mudah-mudahan Tidak Ada Sanksi yang Seram

Nasional
Kemenlu Cek Kemungkinan Adanya Korban WNI dalam Kecelakaan Bus Jemaah Umrah di Arab

Kemenlu Cek Kemungkinan Adanya Korban WNI dalam Kecelakaan Bus Jemaah Umrah di Arab

Nasional
Jokowi Kantongi Nama Calon Kepala BNPT Pengganti Boy Rafli Amar

Jokowi Kantongi Nama Calon Kepala BNPT Pengganti Boy Rafli Amar

Nasional
Koreksi Sistem Penegakan Hukum Pemilu Pasca-Putusan Perdata Kontroversial

Koreksi Sistem Penegakan Hukum Pemilu Pasca-Putusan Perdata Kontroversial

Nasional
Dibawa 2 Kapal Perang, 120 Prajurit AD Perancis Akan Latihan Bersama Pasukan Kostrad di Depok

Dibawa 2 Kapal Perang, 120 Prajurit AD Perancis Akan Latihan Bersama Pasukan Kostrad di Depok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke