JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo menyatakan, omnibus law RUU Cipta Kerja menarik Indonesia kembali ke zaman kolonial Hindia Belanda.
Menurut Ikhsan, pasal-pasal terkait ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja akan menciptakan perbudakan modern.
"Semangat perbudakan modern itu sangat kuat terasa dalam draf yang kita semua bisa baca hari ini," kata Ikhsan di kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Ia menyamakan RUU Cipta Kerja dengan aturan Koeli Ordonantie yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda.
Baca juga: Omnibus Law Ditarget Rampung 100 Hari, Ketua Satgas: ini Zaman Teknologi
Ikhsan menjelaskan Koeli Ordonantie memberikan jaminan kepada majikan terhadap pekerjanya jika terjadi masalah.
"Saat itu pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin ekspor komoditas-komoditas perkebunan. Untuk menarik banyak investor kemudian mereka membuat undang-undang yang namanya Koeli Ordonantie yang intinya memberikan jaminan kepada pemilik perkebunan akan tenaga kerja yang murah dan dengan perlindungan yang minim," tuturnya.
Ikhsan menyoroti sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja yang akan merugikan para pekerja.
Salah satunya, dia mengatakan para pekerja akan dihadapkan dengan ketidakpastian karena status hubungan kerja kontrak tidak dibatasi.
Baca juga: Omnibus Law Ditolak Buruh, ini Kata Ketua Satgas
"Indonesia akan melahirkan generasi pekerja muda yang rentan dan juga mudah dieksploitasi dalam kondisi kerja yang buruk. Ketika mereka masuk dalam dunia kerja, mereka akan dihadapkan dengan sebuah ketidakpastian dalam bentuk status hubungan kerja yang kontrak," ujar Ikhsan.
Selain itu, Ikhsan menyatakan RUU Cipta Kerja paling berdampak bagi pekerja perempuan.
Dia mengatakan dalam RUU Cipta Kerja, perempuan yang menggunakan cuti haid dan melahirkan tidak dibayar.
"Hak-hak yang terkait dengan aspek biologis mereka itu tidak akan lagi dilindungi," tuturnya.
Baca juga: 23 Maret, Buruh Gelar Aksi Demo Besar-besaran Tolak Omnibus Law
Dia menyatakan pasal-pasal yang mengancam pekerja itu tidak bisa diterima akal sehat.
Ikhsan mempertanyakan, apakah demi pertumbuhan ekonomi, maka pekerja harus dikorbankan.
"Apakah ini ongkos yang harus ditanggung pekerja supaya ada jutaan lapangan pekerjaan baru, pertumbuhan ekonomi, dan seterusnya? Akal sehat saya enggak sampai," kata Ikhsan.
"Apa urusannya cuti haid pekerja perempuan dengan pertumbuhan ekonomi kita? Apakah itu terlalu berlebihan untuk pekerja perempuan mengambil cuti haid sampai harus dipotong gajinya? Kejam itu," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.